Tuesday, May 4, 2010

Ching mai, Gap’s House, Pun-pun.

ChiangMai, Senin 3 Mei 2010
http://www.punpunthailand.org/

Tujuan utama dari kunjungan saya ke ChiangMai adalah untuk belajar dari Punpun Project, yang saya kenal dari internet. Melalui email, saya minta untuk diizinkan bertamu, dan Peggy, mewakili Pun-pun minta maaf karena Ia dan suaminya, Jojandai, tidak akan ada di tempat selama tiga bulan. Namun Ia mempersilahkan saya untuk berkunjung karena akan ada yang lain yang akan bisa membantu.

Sehubungan dengan kegiatan yang sudah menunggu di Jakarta, saya hanya menjadwalkan tinggal 1 hari di sini. Pun-pun terletak 60 km di utara Chiangmai, ke arah Mae Taeng dan sudah berbatasan dengan Silanna National Park. Hanya ada 1 truk yang setiap pagi turun dari sana untuk kembali lagi siang harinya. Jadi jelas 1 hari tidak memungkinkan untuk mengunjungi Punpun Farm. Beruntung ada sebuah restoran vegetarian di Chiangmai, yang masih merupakan bagian integral dari Pun-pun, sehingga saya berencana cukup mengunjungi resto ini dan semoga cukup untuk menjawab segala keingin-tahuan saya.

Gap’s house
Special train no 13 (14 jam perjalanan) dari Bangkok tiba pada pukul 09.45 Senin pagi. Dengan Tuk-tuk saya minta diantar ke Gaps-House, sebuah budget guesthouse yang menyenangkan. Taman Gap’s house dipenuhi tanaman indah dan pohon peneduh, benda-benda antik dan perabotan tua. Bangunan-bangunannya adalah perpaduan kayu-jati dengan semen/bata ‘setengah badan’.
Pada rumah kayu utama, lantai atasnya dipergunakan untuk ‘Thai-Vegetarian dining-buffet’ dan ‘pelajaran masakan Thai’, sementara lantai bawahnya adalah receptionist, dapur, dan berbagai fasilitas penunjang. Pada bangunan serbaguna terpisah, dipakai untuk melayani sarapan pagi, tempat tamu browsing internet, pada malam hari tamu berkumpul santai, minum yang dilayani dari bar dengan persediaan yang cukup lengkap dan nonton bersama.
Sementara ruang-ruang kamar tamu tersebar di sekeliling, dan dibangun mengikuti bentuk tanah. Gap’s house adalah merupakan salah satu percontohan bagi penataan tempat tinggal internal KK kelak.

Pun-pun “Organic-Vegetarian-Slowfood” Resto
Selesai mandi, bersih-bersih, saya segera berangkat. Resto Pun-pun terletak di dalam kompleks Wat Suandok, kurang lebih 1.5 km ke barat dari tembok kota lama Chiangmai. Takut waktu tidak mencukupi, saya memilih untuk pakai Tuktuk, bukannya SamTheaw yang seharusnya lebih murah. Setibanya di Wat Suandok, saya mengalami kesulitan untuk menemukan Resto Pun-pun. Tidak ada cara lain saya menghubungi Peggy melalui telepon. Setelah menjelaskan bahwa saya sudah berada di Wat Suandok, Peggy mengarahkan saya bahwa resto berada di belakang bangunan ‘Monk Chat’ dan dapat menemui Tai (Rachabodin Boonchaiyo) di sana.

Ternyata, menakjubkan!!!! Resto mempunyai sebuah nuansa yang sedemikian tenang, menghanyutkan. Di bawah kerindangan sebuah pohon Bodhi yang sangat besar, masing-masing set meja dan kursi yang terbuat dari kayu kasar dilengkapi sebuah payung bambu besar. Setelah mendapatkan meja kosong, saya kemudian bertanya kepada satu-satunya waiter (yang juga merangkap kasir) tentang penanggung jawab tempat ini, dan kepadaku ia menunjukkan Tai yang sedang memasak. Saya kemudian mendekati Tai untuk memperkenalkan diri dan meminta waktu untuk berbicara bila ia sudah senggang nantinya. Tai bereaksi sangat antusias dan meminta saya menunggunya. Saya mengatakan ‘tentu saja, saya sudah terbang sejauh ini hanya untuk menemuinya, tak kan mungkin ingin pulang dengan sia-sia.’

Duduk sabar menunggu makananku disiapkan, saya mulai mengamati segalanya. Total hanya kurang lebih 12 meja, ditungguin oleh Tai sebagai koki utama dan 5 orang lainnya. Tamu yang mengunjungi Pun-pun Resto mempunyai karakteristik yang sangat khas:
1. Tenang, dengan sabar menunggu disajikannya makanan yang dengan bangga diberi label sebagai ‘slow food’, sebagai antidot dari ‘fast food’. Tidak terburu-buru, mungkin faktor Chingmai sebagai kota yang lebih kecil ikut berpengaruh.
2. Menikmati hidup. Semua tamu bagaikan selalu mempunyai waktu yang berlimpah untuk menikmati hidup. Sungguh berbeda dengan Jakarta atau Bangkok yang selalu tergesa-gesa, tegang, dan menjalani hidup yang penuh tekanan.
3. Unik dan Beragam. Tamu yang hadir pada siang tersebut adalah berasal dari berbagai latar belakang:
Ada seorang bhikuni Mahayana yang mungkin berasal dari Taiwan atau Vietnam yang sedang berdiskusi panjang dengan seorang pria barat, setengah baya berambut panjang yang mengenakan pakaian tradisional warna putih, warna yang tidak lazim, bukan warna yang dipakai oleh suku terasing manapun di Thailand utara. Mereka mungkin tengah memperdalam Vippasana di Sekolah tinggi agama Buddha di Wat Suandok.
Ada sepasang suami isteri lokal di satu meja dan tiga orang wanita Thai di meja yang lain, mereka orang awam biasa, mungkin mereka mampir sesudah mengunjungi Wat Suandok.
Ada 3 pria ex-pat, berpakaian formil, mereka seperti orang bisnis atau pekerja yang mendapat penugasan singkat di sini.
Ada 2 wanita berumur 40-50-an, yang satu barat dan yang satu lagi Thai. Pernak-pernik, make-up, cara duduk, pembicaraan mereka di telepon genggam, mereka adalah isteri-isteri dari ‘the heavy-weight’
Ada seorang pria bule, mengenakan celana selutut, irit, sederhana, membawa tas kulit coklat kusam, saya menduga dia adalah pendidik.
Ada sepasang wanita barat lainnya, usia menengah, aura wajah mereka tenang tanpa make up, mawas dan tersenyum ramah memperhatikan saat payung di mejaku tergerak condong karena tertendang oleh-ku. Mereka bisa jadi environmentalis atau pengikut perkumpulan spiritual tertentu.
Ada sepasang wanita muda, satu Thai dan satu barat, si Thai membawa satu tas unik dari kain dengan sablon logo ‘mencintai alam’. Mereka aktifis mahasiswa.
Ada sekelompok muda-mudi lokal yang bersenda gurau, mereka sedang mencari bentuk, mereka mencoba alternative living.
Dan saya sendiri? …..Saya perpaduan dari semuanya.
Sungguh menjadi anugerah bila karakteristik dan komposisi pengunjung yang demikian akan dimiliki oleh Resto KK kelak.

Akhirnya makananku tiba, Pad-thai, Yellow Curry disajikan dengan beras merah, juice mangga, semuanya organic, tanpa MSG, lezat dan sehat, dan dengan harga yang sangat wajar. Pun-pun’s Organic Rest: menunya, prinsip-prinsipnya nuansanya, adalah merupakan salah satu percontohan bagi format KK’ Organic Resto kelak.

Keingin tahuanku akan masakan organic pun-pun membuatku memesan berlebih. Terlalu kenyang, saya minta Tai mengizinkan saya berkeliling Wat Suandok, sambil menunggu Tai lebih senggang nantinya.

Jam 2.30 saya kembali, dan satu setengah jam selanjutnya adalah pembelajaran penting bagiku.
Tai, ternyata adalah seorang Arsitek. Dia berasal dari Khon Kaen, dan kuliah serta bekerja di Bangkok selama 10 tahun. Tai merasa cukup sudah baginya untuk tinggal di Bangkok, dia tidak merasa nyaman untuk melanjutkan hidup di Bangkok. Dengan Jo, Peggy dan Michel, mereka memulai Pun-pun Project. Sebuah komunitas pertanian, organik, dengan tujuan memperbaiki, mempertahankan dan mewariskan kekayaan tanah bagi generasi-generasi selanjutnya.

Pada setiap saat, akan ada kurang lebih 10 orang yang tinggal di Pun-pun. Pada musim tertentu, sahabat-sahabat dari jauh akan berkunjung dan tinggal selama yang mereka inginkan, hingga perjalanan kehidupan membawa mereka ke tempat tujuan selanjutnya. Tai, seperti juga beberapa pionir Pun-pun lainnya terkadang muncul di TV, juga sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Thailand maupun di luar Thailand, untuk berpartisipasi, melatih, mengajar dalam workshop dalam berbagai topic seperti : Bangunan Alternatif (Earthen Building), Seed saving, Vegetarian Cooking, Sustainable and organic Agriculture, dan topic-topik lainnya.

Pun-pun berhasil meyakinkan berbagai tanah pertanian di sekitarnya tentang pentingnya untuk mengkonversi pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk industry, insektisida dan pestisida ke system pertanian organic. Berusaha menghindari bibit GMO dan mendorong ditanamnya varietas lokal. Pun-pun juga mendorong terbentuknya koperasi/bank bibit, dengan demikian petani akan terbebas dari cengkraman tengkulak. Kesimpulannya, Pun-pun tidak hanya membantu berbagai tanah pertanian dan komunitas menjadi lebih bersahabat dengan lingkungan, juga lebih mandiri dan sehat secara ekonomi. Melalui organic resto-nya, Pun-pun membantu pemasaran dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan sehat dan pentingnya sayuran organic. Pun-pun dan semua personilnya sebagai komunitas adalah percontohan bagi Persaudaraan Kampong Kasih. Pun-Pun sebagai tanah pertanian organic adalah percontohan bagi ‘KK Farm’

ChiangMai
Saya lewati malam ini dengan berjalan mengunjungi ChiangMai's Night Bazaar di Thanon Chang Klan. Chiang Mai sungguh tenang dan bersahabat.
Di salah satu pojok pelataran gerbang timur (Pratu Tha Phae) sekelompok muda mudi berlatih menari.
Hampir setiap Cafe/resto dapat ataupun khusus menyediakan makanan vegetarian.
Di jalan, beberapa wanita tua dari suku pegunungan (Hill Tribes) menjajakan berbagai pernak-pernik etnis.
Di lantai basement Night Bazaar, di bagian lukisan, sungguh menakjubkan. Tas rajutan, ukiran sabun, kerajinan kayu dan batok kelapa, ukiran alumunium, terracota, keramik, apa saja.
Dan ratusan vihara.
Semoga kelak ada kunjungan yang lain, untuk melengkapi kunjungan singkatku kali ini, yang hanya satu malam.