Sunday, September 19, 2010

Perencanaan.

Dengan banyak melihat, membaca dan belajar, idealisme akan terbentuk.
Jujur mendengarkan nurani, teguh meyakini idealisme, ‘panggilan/darma hidup’ ditetapkan.
Panggilan hidup telah mengkristal, sebuah cita-cita, target yang ingin dicapai ditentukan.
Dengan cita-cita yang jelas, langkah demi langkah menuju kemajuan dapat direncanakan.
Hanya bila perencanaan jelas, pelaksanaan akan teratur, dan evaluasi mempunyai dasar.
Tindakan perbaikan hanya akan efektif dilakukan bila berdasarkan hasil evaluasi.

Saturday, September 11, 2010

สวัสด!!! ขอบคุณ !!!

สวัสด!!! Sawadee !!!! Salam!!!!

Terima kasih kepada Saudara-saudara kami,
telah menyambut, memperkenalkan, mempertunjukkan dan mengajarkan berbagai hal tentang Thai, memberikan kemudahan juga menemani, melayani dengan sepenuh hati, terakhir mengantar dengan keterbukaan untuk bertemu kembali.

Terima kasih Saudara-saudara kami,
telah membuka mataku, hidupmu mencontohkan kepadaku tentang kegembiraan – Mudita,
telah menyentuh hatiku dengan ketulusan hatiMu,
telah menenteramkan pikiranku dengan keluguan-kepolosanMu,

Saudara kami,
tutur kataMu adalah sebuah gita tentang persahabatan dan kesabaran,
pola hidupmu adalah sebuah drama tentang kebersahajaan dan rasa puas diri,
kebudayaanmu bagaikan sebuah tenunan yang mengutamakan keragaman, keharmonisan dan kedamaian.

Terima kasih kami,
Laose telah mengaturkan jodoh ini.
Melalui saudara-saudaraku telah lebih jauh mengajariku, meyakinkan diriku,
tentang beruntungnya mereka yang hidup tanpa dihinggapi kemarahan dan kecurigaan,
tentang pentingnya terbebas dari penindasan dan ketergantungan,
tentang berharganya kreativitas dan kepatuhan.
Melalui kunjungan ini membuatku merenungkan sekali lagi,
tentang apa yang perlu ditinggalkan bagi generasi yang akan datang, dan bagaimana untuk melakukannya??
tentang segala wujud duniawi yang dapat menjadi sumber daya bila menemukan jati diri dan fungsinya, yang hanya menjadi beban dan sampah bila hanya ada untuk dirinya sendiri.

Terima kasih, Khawp khun kap !!! ขอบคุณ !!!
Roeit, September 2010.

Friday, September 10, 2010

Again, another journey

Satu lagi perjalanan, sebuah lagi pembelajaran yang berbeda.
Tgl 31 Agustus’10; Jetstar Jkt-Sin.. Mengunjungi Terminal 3 Changi. Sin-Bkk, tiba malam hari, pulang ke Fo Thang di Nonthaburi.
Tgl 1 September’10; Naik Taxi ke Jatujak (Durian 1), metro ke Hualamphong, taxi ke Wat Pho, kapal penyeberangan ke Wat Arun, Taxi air kembali ke N 30. bus malam ke Roeit.
Tgl 2 September’10; Pagi tiba di Kuang Cu Fo Thang-Roeit; Sore harinya mengikuti City tour, dengan salah satu tujuan wisata adalah Vihara tua. Inilah untuk pertama sekali saya melihat pohon Sala dan batu sima.
Tgl 3 September’10; Ching nien pan hari 1
Tgl 4 September’10; Ching nien pan hari 2, Makan malam (Durian 2)pulang ke Bangkok.
Tgl 5 September’10; Check-in di ‘NanaChart’. Again ‘tour de jatujak’. Makan suki di MK. Jalan malam keliling Sukhumvit.
Tgl 6 September’10; Sarapan pagi di NanaChart, taxi ke Hualamphong. Jalan ke Bobae market, mencoba Tuktuk. Board the train at 1400.
Tgl 7 September’10; KA mengalami keterlambatan parah, sehingga tidak ada lagi bus langsung ke Tanah Rata, bus ke dan bermalam di Tapah.
Tgl 8 September’10; Bus pagi ke Tanah Rata, Check in Cameronian Inn, Cameroon highland tour (Buddhist Temple, Rose Garden, Sungei palas ‘BOH’ tea garden, Strawberry farm, Butterfly farm, Bee Farm). Brinchang night market (Durian3). Bertemu dan membuat janji untuk Farm visit dengan Mr. Ho.
Tgl 9 September’10; Visit to Ho’s Organic Farm. Pulang ke KL Sentral, Skybus to LCCT, bermalam di LCCT.
Tgl 10 September’10; Air asia pagi pulang ke Jakarta.

6 dari 10 malam dapat tidur di atas ranjang, ehm, :) cukup beruntung.
3 kali Durian :) :) aHa.
Banyak, banyak sekali pengalaman baru :) :) :),
dan tujuan utama menghadiri Thai’s Youth class dan mengunjungi Ho’s organic farm tercapai :) :) :) :).
Veggie Way’s matter and KK families’ new found motivation are just a perfect compliment. KSTEST.

Monday, June 28, 2010

Kaliurang

Hanya hampir 1 tahun sejak kunjungan yang terakhir ke Kaliurang, tapi sungguh banyak perubahan yang telah terjadi kepada kawasan ini.

Je’jamur’an.
Je’jamur’an adalah resto yang menawarkan menu dari bahan dasar berbagai jenis jamur, mulai dari jamur tiram, kancing, merang, kuping maupun shitake, yang diolah sedemikian rupa menjadi sate, tongseng, pepes, garang asem, dan banyak lainnya.
Dari Ring Road utara Jogja, kurang lebih 5 km pada jalan utama Jogja ke Muntilan, berbelok ke kanan dan masuk sejauh 800 m. Dari arah Jogja, reklame dan petunjuk menuju Resto Je’jamur’an ini akan dengan mudah ditemukan.
Pak Ratidjo memulai Jejamuran untuk membantu memperkenalkan jamur kepada masyarakat saat jamur belum diterima meluas. Kini Volva Indonesia, perusahaan Pak Ratidjo ditunjuk oleh Departemen Pertanian sebagai Pusat Pendidikan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S), dan rata-rata sehari menyuplai 3000 log jamur.
Je’jamur’an telah mengalami banyak perbaikan besar sejak kunjungan yang terakhir. Walau menu tetap belum banyak perubahan, namun perluasan dan renovasi, tempat parkir baru yang jauh lebih luas, penambahan live music, display jamur yang tumbuh baik di log maupun wadah container plastic: Je’jamur’an sungguh berhasil dan sangat menggugah. Sungguh banyak yang Kampoeng Kasih bisa pelajari dari sini.

Disaster Oasis

Beralamat di Jl. Kaliurang Km. 21,5, Yogyakarta, Disaster oasis merupakan pusat informasi dan studi tentang bencana, dikelola oleh YAKKUM (Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum).
“Disaster Oasis” menyediakan akomodasi dengan bangunan yang dirancang tahan gempa dan tsunami. Setiap cottage memiliki ciri arsitektur yang berbeda; ada yang bergaya Lombok, Timor, Nias, Aceh, dan juga Flores. Semua bangunan sederhana namun masih sangat terawat, berdinding kayu maupun bata ekspose saja.Walaupun menyediakan penginapan, Disaster Oasis lebih mengkhususkan diri pada Group Meeting, pelatihan, outbound, dan terutama adalah pelatihan dalam persiapan diri dalam menghadapi dan menanggulangi bencana.
Ada suatu ruangan yang sangat khusus di sini, yang berisi berbagai barang kerajinan dari berbagai pelosok Nusantara, juga diisi berbagai peralatan dan perlengkapan berkaitan dengan pertolongan terhadap bencana. Lebih menggugah lagi adalah foto-foto yang tergantung memenuhi ruangan. Foto-foto tersebut bertema keindahan Nusantara, dan ‘bekas-bekas luka’ yang ditinggalkan bencana dan perseteruan etnis/agama.
Saya belajar banyak, tentang pola pengelolaan dan fungsi yang akan diemban oleh Kampoeng kasih, tentang keterlibatan dan fungsi sosial institusi keagamaan. Dan membuatku merenung tentang bencana:


Tidak ada yang permanen, demikian juga dengan alam.
Beberapa perubahan besar pada alam akan menjadi bencana bagi kaum manusia.
Persiapan terbaik dalam menghadapi bencana adalah dengan menyiapkan Individu yang memahami hakekat kehidupan,
yang menguasai berbagai survival skill,
yang tegar untuk tetap dan segera bangkit kembali,
yang memiliki keindahan hati untuk selalu membantu yang lain.
Pertolongan terhadap bencana tidaklah semata tentang membangun kembali rumah yang hancur,
melainkan membangun kembali harapan dan semangat untuk hidup;
Pengobatan terhadap luka fisik tidaklah cukup, karena luka hati ternyata lebih dalam;
Bersamaan dengan membagi berbagai kebutuhan sehari-hari kepada korban,
jangan lupa mengajak mereka untuk menemukan sendiri kebutuhan mereka yang paling hakiki, yaitu kebutuhan akan keceriaan.
Hidup yang aman adalah hidup yang tidak mengingkari suara nuraninya.
Hati yang damai adalah hati yang tidak diisi dengan kebencian.


Amboja Resto dan Indmira



Yang terakhir, tapi pasti bukan yang kurang penting adalah Amboja Herb Garden Resto dan tanah pertanian organik sebesar kurang lebih 4 ha milik CV Indmira yang bersebelahan sedikit ke bawah dari resto.

Sangat berterima kasih kepada mas Bagyo dan rekan-rekan yang telah dengan ramah memperkenalkan.
Sangat tidak sabar menunggu kesempatan selanjutnya untuk belajar lebih banyak lagi.

Sesudah melihat Amboja dan Indmira, Jejamuran dan juga Disaster Oasis, sudah semakin jelas bentuk kampoeng Kasih kelak. Trims..

Saturday, June 26, 2010

Semangat berkibar

Ho ho ho
Pengabdian dalam kasih
hantar kita gapai mimpi.
Bangun hidup penuh arti
satu dunia satu hati.
Santun cerdas dedikasi
trus berkarya siapkan diri.
Songsong hari kemenangan
satu dunia satu hati.
Walking the path of love,
praising the Family Virtues
Lets rejoice this beautiful moment,
And together till the end of the day.
Semuanya saat dewasa semakin kuat
aku semangat bagaikan bendera
saat dewasa semakin kuat
bersinar terang bagaikan lentera
semangat berkibar lentera bersinar
Tan yen jen cien yiu ai
Kan en yiu li fong sin se hai
kuo thai ming an se se wu cai
thien sia I cia he phing tao lai.

Ayolah berkarya,
dibawah kasih Ilahi
Bersatu dalam pembinaan,
menyongsong era Maitreya

Sunday, June 13, 2010

Karya

Yang bekerja menggunakan tangan adalah buruh.
Yang bekerja menyatukan pikiran dan tangan adalah tukang.
Yang menambahkan hati saat bekerja dengan pikiran dan tangan adalah artis.
-St. Francis of Assisi-

Menguasai ketrampilan tertentu membuat seseorang menjadi tenaga ahli.
Menguasai ketrampilan yang spesial, yang tidak mampu ditiru orang lain, yang menjadi "nilai tambah", akan memastikan sebuah 'kedudukan' yang tak tergantikan.
Menguasai kemampuan mengorganisir berbagai sumber daya untuk mengusung "nilai tambah" yang telah dikuasai baru memungkinkan mewujudkan sebuah institusi bisnis.

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup disebut nafkah.
Bekerja untuk manfaat semua pihak lain disebut relawan.
Bekerja yang membawa kebahagiaan bagi diri sendiri dan manfaat bagi semua yang lain disebut karya.

Ber'karya' dengan tenaga dan kekuatan tubuh, akan berbuah kesehatan.
Ber'karya' dengan budi dan kekuatan kebajikan, akan berbuah kedekatan dengan semua yang bersinggungan dengan hidup kita.
Ber'karya' dengan imajinasi dan kreativitas, dengan gairah dan keteguhan, dengan kejelian dan keperdulian....., akan berbuah hidup yang PENUH

..

Tuesday, May 4, 2010

Ching mai, Gap’s House, Pun-pun.

ChiangMai, Senin 3 Mei 2010
http://www.punpunthailand.org/

Tujuan utama dari kunjungan saya ke ChiangMai adalah untuk belajar dari Punpun Project, yang saya kenal dari internet. Melalui email, saya minta untuk diizinkan bertamu, dan Peggy, mewakili Pun-pun minta maaf karena Ia dan suaminya, Jojandai, tidak akan ada di tempat selama tiga bulan. Namun Ia mempersilahkan saya untuk berkunjung karena akan ada yang lain yang akan bisa membantu.

Sehubungan dengan kegiatan yang sudah menunggu di Jakarta, saya hanya menjadwalkan tinggal 1 hari di sini. Pun-pun terletak 60 km di utara Chiangmai, ke arah Mae Taeng dan sudah berbatasan dengan Silanna National Park. Hanya ada 1 truk yang setiap pagi turun dari sana untuk kembali lagi siang harinya. Jadi jelas 1 hari tidak memungkinkan untuk mengunjungi Punpun Farm. Beruntung ada sebuah restoran vegetarian di Chiangmai, yang masih merupakan bagian integral dari Pun-pun, sehingga saya berencana cukup mengunjungi resto ini dan semoga cukup untuk menjawab segala keingin-tahuan saya.

Gap’s house
Special train no 13 (14 jam perjalanan) dari Bangkok tiba pada pukul 09.45 Senin pagi. Dengan Tuk-tuk saya minta diantar ke Gaps-House, sebuah budget guesthouse yang menyenangkan. Taman Gap’s house dipenuhi tanaman indah dan pohon peneduh, benda-benda antik dan perabotan tua. Bangunan-bangunannya adalah perpaduan kayu-jati dengan semen/bata ‘setengah badan’.
Pada rumah kayu utama, lantai atasnya dipergunakan untuk ‘Thai-Vegetarian dining-buffet’ dan ‘pelajaran masakan Thai’, sementara lantai bawahnya adalah receptionist, dapur, dan berbagai fasilitas penunjang. Pada bangunan serbaguna terpisah, dipakai untuk melayani sarapan pagi, tempat tamu browsing internet, pada malam hari tamu berkumpul santai, minum yang dilayani dari bar dengan persediaan yang cukup lengkap dan nonton bersama.
Sementara ruang-ruang kamar tamu tersebar di sekeliling, dan dibangun mengikuti bentuk tanah. Gap’s house adalah merupakan salah satu percontohan bagi penataan tempat tinggal internal KK kelak.

Pun-pun “Organic-Vegetarian-Slowfood” Resto
Selesai mandi, bersih-bersih, saya segera berangkat. Resto Pun-pun terletak di dalam kompleks Wat Suandok, kurang lebih 1.5 km ke barat dari tembok kota lama Chiangmai. Takut waktu tidak mencukupi, saya memilih untuk pakai Tuktuk, bukannya SamTheaw yang seharusnya lebih murah. Setibanya di Wat Suandok, saya mengalami kesulitan untuk menemukan Resto Pun-pun. Tidak ada cara lain saya menghubungi Peggy melalui telepon. Setelah menjelaskan bahwa saya sudah berada di Wat Suandok, Peggy mengarahkan saya bahwa resto berada di belakang bangunan ‘Monk Chat’ dan dapat menemui Tai (Rachabodin Boonchaiyo) di sana.

Ternyata, menakjubkan!!!! Resto mempunyai sebuah nuansa yang sedemikian tenang, menghanyutkan. Di bawah kerindangan sebuah pohon Bodhi yang sangat besar, masing-masing set meja dan kursi yang terbuat dari kayu kasar dilengkapi sebuah payung bambu besar. Setelah mendapatkan meja kosong, saya kemudian bertanya kepada satu-satunya waiter (yang juga merangkap kasir) tentang penanggung jawab tempat ini, dan kepadaku ia menunjukkan Tai yang sedang memasak. Saya kemudian mendekati Tai untuk memperkenalkan diri dan meminta waktu untuk berbicara bila ia sudah senggang nantinya. Tai bereaksi sangat antusias dan meminta saya menunggunya. Saya mengatakan ‘tentu saja, saya sudah terbang sejauh ini hanya untuk menemuinya, tak kan mungkin ingin pulang dengan sia-sia.’

Duduk sabar menunggu makananku disiapkan, saya mulai mengamati segalanya. Total hanya kurang lebih 12 meja, ditungguin oleh Tai sebagai koki utama dan 5 orang lainnya. Tamu yang mengunjungi Pun-pun Resto mempunyai karakteristik yang sangat khas:
1. Tenang, dengan sabar menunggu disajikannya makanan yang dengan bangga diberi label sebagai ‘slow food’, sebagai antidot dari ‘fast food’. Tidak terburu-buru, mungkin faktor Chingmai sebagai kota yang lebih kecil ikut berpengaruh.
2. Menikmati hidup. Semua tamu bagaikan selalu mempunyai waktu yang berlimpah untuk menikmati hidup. Sungguh berbeda dengan Jakarta atau Bangkok yang selalu tergesa-gesa, tegang, dan menjalani hidup yang penuh tekanan.
3. Unik dan Beragam. Tamu yang hadir pada siang tersebut adalah berasal dari berbagai latar belakang:
Ada seorang bhikuni Mahayana yang mungkin berasal dari Taiwan atau Vietnam yang sedang berdiskusi panjang dengan seorang pria barat, setengah baya berambut panjang yang mengenakan pakaian tradisional warna putih, warna yang tidak lazim, bukan warna yang dipakai oleh suku terasing manapun di Thailand utara. Mereka mungkin tengah memperdalam Vippasana di Sekolah tinggi agama Buddha di Wat Suandok.
Ada sepasang suami isteri lokal di satu meja dan tiga orang wanita Thai di meja yang lain, mereka orang awam biasa, mungkin mereka mampir sesudah mengunjungi Wat Suandok.
Ada 3 pria ex-pat, berpakaian formil, mereka seperti orang bisnis atau pekerja yang mendapat penugasan singkat di sini.
Ada 2 wanita berumur 40-50-an, yang satu barat dan yang satu lagi Thai. Pernak-pernik, make-up, cara duduk, pembicaraan mereka di telepon genggam, mereka adalah isteri-isteri dari ‘the heavy-weight’
Ada seorang pria bule, mengenakan celana selutut, irit, sederhana, membawa tas kulit coklat kusam, saya menduga dia adalah pendidik.
Ada sepasang wanita barat lainnya, usia menengah, aura wajah mereka tenang tanpa make up, mawas dan tersenyum ramah memperhatikan saat payung di mejaku tergerak condong karena tertendang oleh-ku. Mereka bisa jadi environmentalis atau pengikut perkumpulan spiritual tertentu.
Ada sepasang wanita muda, satu Thai dan satu barat, si Thai membawa satu tas unik dari kain dengan sablon logo ‘mencintai alam’. Mereka aktifis mahasiswa.
Ada sekelompok muda-mudi lokal yang bersenda gurau, mereka sedang mencari bentuk, mereka mencoba alternative living.
Dan saya sendiri? …..Saya perpaduan dari semuanya.
Sungguh menjadi anugerah bila karakteristik dan komposisi pengunjung yang demikian akan dimiliki oleh Resto KK kelak.

Akhirnya makananku tiba, Pad-thai, Yellow Curry disajikan dengan beras merah, juice mangga, semuanya organic, tanpa MSG, lezat dan sehat, dan dengan harga yang sangat wajar. Pun-pun’s Organic Rest: menunya, prinsip-prinsipnya nuansanya, adalah merupakan salah satu percontohan bagi format KK’ Organic Resto kelak.

Keingin tahuanku akan masakan organic pun-pun membuatku memesan berlebih. Terlalu kenyang, saya minta Tai mengizinkan saya berkeliling Wat Suandok, sambil menunggu Tai lebih senggang nantinya.

Jam 2.30 saya kembali, dan satu setengah jam selanjutnya adalah pembelajaran penting bagiku.
Tai, ternyata adalah seorang Arsitek. Dia berasal dari Khon Kaen, dan kuliah serta bekerja di Bangkok selama 10 tahun. Tai merasa cukup sudah baginya untuk tinggal di Bangkok, dia tidak merasa nyaman untuk melanjutkan hidup di Bangkok. Dengan Jo, Peggy dan Michel, mereka memulai Pun-pun Project. Sebuah komunitas pertanian, organik, dengan tujuan memperbaiki, mempertahankan dan mewariskan kekayaan tanah bagi generasi-generasi selanjutnya.

Pada setiap saat, akan ada kurang lebih 10 orang yang tinggal di Pun-pun. Pada musim tertentu, sahabat-sahabat dari jauh akan berkunjung dan tinggal selama yang mereka inginkan, hingga perjalanan kehidupan membawa mereka ke tempat tujuan selanjutnya. Tai, seperti juga beberapa pionir Pun-pun lainnya terkadang muncul di TV, juga sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Thailand maupun di luar Thailand, untuk berpartisipasi, melatih, mengajar dalam workshop dalam berbagai topic seperti : Bangunan Alternatif (Earthen Building), Seed saving, Vegetarian Cooking, Sustainable and organic Agriculture, dan topic-topik lainnya.

Pun-pun berhasil meyakinkan berbagai tanah pertanian di sekitarnya tentang pentingnya untuk mengkonversi pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk industry, insektisida dan pestisida ke system pertanian organic. Berusaha menghindari bibit GMO dan mendorong ditanamnya varietas lokal. Pun-pun juga mendorong terbentuknya koperasi/bank bibit, dengan demikian petani akan terbebas dari cengkraman tengkulak. Kesimpulannya, Pun-pun tidak hanya membantu berbagai tanah pertanian dan komunitas menjadi lebih bersahabat dengan lingkungan, juga lebih mandiri dan sehat secara ekonomi. Melalui organic resto-nya, Pun-pun membantu pemasaran dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan sehat dan pentingnya sayuran organic. Pun-pun dan semua personilnya sebagai komunitas adalah percontohan bagi Persaudaraan Kampong Kasih. Pun-Pun sebagai tanah pertanian organic adalah percontohan bagi ‘KK Farm’

ChiangMai
Saya lewati malam ini dengan berjalan mengunjungi ChiangMai's Night Bazaar di Thanon Chang Klan. Chiang Mai sungguh tenang dan bersahabat.
Di salah satu pojok pelataran gerbang timur (Pratu Tha Phae) sekelompok muda mudi berlatih menari.
Hampir setiap Cafe/resto dapat ataupun khusus menyediakan makanan vegetarian.
Di jalan, beberapa wanita tua dari suku pegunungan (Hill Tribes) menjajakan berbagai pernak-pernik etnis.
Di lantai basement Night Bazaar, di bagian lukisan, sungguh menakjubkan. Tas rajutan, ukiran sabun, kerajinan kayu dan batok kelapa, ukiran alumunium, terracota, keramik, apa saja.
Dan ratusan vihara.
Semoga kelak ada kunjungan yang lain, untuk melengkapi kunjungan singkatku kali ini, yang hanya satu malam.

Friday, April 30, 2010

Perjuangan Pasukan Merah

Bangkok; Kamis, 29 April 2010

'PERJUANGAN' selalu membuatku menggelora..
Saya bukan merah, lebih lagi tidak kuning...
tapi saya dapat merasakan, tentara merah ini,
mereka memperjuangkan sesuatu yang menurut mereka layak..

Mereka dari segala latar belakang.
Ada yang sudah uzur ada yang masih remaja.
Pria maupun wanita.
Walau kebanyakan petani dari kelas bawah, banyak juga dari kelas menengah.
Ada yang menggunakan moge, ada juga tukang ojek.

Penuh, dari Pratunam sampai ke Silom, dari Phloen Chit sampai Siam.
Di setiap akses masuk dipasang barikade ban bekas dan bamboe runcing.
Di dalamnya 10000 orang tidur beralas tikar, beratapkan para-net.
Di emperan, di bawah rel metro, hingga ke tengah air mancur yang sdh dikeringkan.

Ada yang ngantri minta dibuatkan kartu keanggotaan.
Ada yang duduk di depan panggung utama maupun mengelilingi layar lebar,
terus memberi aplus saat mendengarkan orasi, walau mereka telah setengah tertidur karena kelelahan.
Ada pasar malam dadakan, menjual segala pernak-pernik ‘MERAH’ dan dvd tentang perjuangan mereka
Ada toilet yang bisa dipindah, ada tenda untuk klinik, ada tenda tempat memuja sang Buddha, ada tempat menghormati Raja.
Panggung utama, sound system galak, layar lebar tak terhitung jumlahnya, gen set.
Semuanya lengkap komplit.

Tidak, mereka tidak hanya melakukannya 1-2 hari,
6 minggu telah berlalu,
dan belum ada tanda-tanda moril mereka turun, tidak kelihatan gelagat mereka akan bubar.
Semoga segera ditemukan jalan keluar,
semoga tidak perlu ada korban sia-sia.
Saya sendiri selalu percaya, tidak ada perjuangan yang sia-sia.

Saturday, April 10, 2010

Dunia seseorang adalah seluas kebesaran jiwanya.

Bila saya punya satu apel, dan Anda juga punya satu apel,
jika kita bertukar apel, maka saya memiliki apelmu, dan Anda memiliki apelku.
Saya punya cara pandangku, Anda punya pendapatmu,
asal bersedia saling memahami, kini kita mempunyai dua cara untuk memahami permasalahan.
Dengan cintaku, dan kebesaran jiwamu,
dunia menjadi luas dan bersahabat, dan tidak ada lagi yang tak mungkin.

Human diversity makes tolerance more than a virtue;
it makes it a requirement for survival.
Tinggal di dunia dengan segala keragamannya
telah membuat toleransi adalah lebih dari sekedar kebajikan;
ia telah menjadi prasyarat bagi keberlangsungan.

Thursday, March 18, 2010

Kasih sayang seorang Guru

Example of Teacher
(Tonic for the Heart in 1000 bottles : story no.739)
Some 50 years ago John Hopkins, a sociology professor assigned his class an unusual project. He asked the students to interviews 200 boys from the Baltimore slums and find out what their lives were really like, and then to write papers predictings their chances for the future.

The students were shocked at the results. They guessed that 90 percents of these slum boys would some day serve time in prison.

Twenty-five years later, another professor, cleaning out old files, came across the forecasts. He asked his students to find out how the predictions had turned out.

The students located 180 out of the 200. Only four of them had ever been in jail.

To find out what had happened, the students interviewed as many of the men as they could. And a strange thing was discovered.

"Well, there was this teacher. . . ." "I had a teacher once. . . ." "This Miss O' Rourke I had in high school. . . ." More than 100 of the new interviews mentioned a certain high school teacher who had helped and inspired or influenced each of these men in some manner.

After a long search, the students found Miss O' Rourke, by now retired, living in an old people's home. They told her about the unusual results of their research. But Miss O' Rourke couldn't tell them what it was she had done that had been such a wonderful influence on their lives. She just smiled and recalled her many boys. "All I can say," she said, "is that I loved them all."


Keteladanan dari seorang Guru.
Sekitar 50 tahun yang lalu John Hopkins, seorang dosen sosiologi memberikan tugas yang unik kepada kelasnya. Dia meminta para siswa untuk mewawancarai 200 anak laki-laki dari daerah kumuh di Baltimore untuk berupaya mencari tahu bagaimana keadaan kehidupan mereka, dan menulis sebuah laporan tentang prediksi kemungkinan keadaan mereka di masa depan.
Hasilnya sangat mengejutkan. Mereka memprediksi bahwa 90 persen anak-anak dari perkampungan kumuh tersebut suatu hari kelak akan mendekam di penjara.
Dua puluh lima tahun kemudian, seorang dosen yang lain, saat membereskan tumpukan dokumen lama, menemukan laporan prediksi tersebut. Ia kemudian meminta siswanya untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan prediksi itu.
Para mahasiswa berhasil menemukan 180 dari ke-200 orang. Hanya empat dari mereka yang pernah di penjara.
Untuk memahami apa yang terjadi, para siswa mewawancarai sebanyak mungkin terhadap mereka yang berhasil ditemui. Dan sesuatu yang luar biasa ditemukan.
"Yah, ada guru ini...." "Aku pernah punya seorang guru ...." "Ini Miss O 'Rourke saya di sekolah menengah...." Lebih dari 100 wawancara baru ini menyebutkan tentang seorang guru SMA yang telah membantu dan memberikan inspirasi atau mempengaruhi masing-masing orang-orang ini dengan berbagai cara.
Setelah pencarian yang panjang, para siswa menemukan Miss O 'Rourke, yang kini telah pensiun, dan tinggal di sebuah rumah bagi orang tua. Mereka menceritakan kepadanya tentang hasil mengejutkan dari riset mereka. Tapi Miss O 'Rourke tidak bisa menjelaskan dengan rinci tentang apa yang telah ia lakukan sehingga membawa pengaruh yang sedemikian luar biasa kepada kehidupan mereka. Dia hanya tersenyum sambil mengingat kembali sekian banyak anak-anaknya. "Yang dapat saya katakan," katanya, "adalah bahwa saya mencintai mereka semua."
(k^.^d)

Monday, March 15, 2010

Peaceful Societies


"peaceful societies" adalah kelompok kontemporer orang-orang yang secara efektif membina kerukunan dan setiap hubungan antar mereka, yang sangat jarang mengizinkan kekerasan atau perang untuk mengganggu kehidupan mereka. Website ini berfungsi untuk memperkenalkan masyarakat ini kepada mahasiswa, aktivis perdamaian, ulama dan warga negara yang tertarik pada kondisi yang mempromosikan perdamaian. Ini termasuk informasi tentang keyakinan mereka, cara-cara mereka mempertahankan gaya hidup yang anti kekerasan, dan faktor-faktor yang mengancam gaya hidup mereka.

Foto di kiri adalah seorang wanita suku Semai, orang asli di semenanjung Malay, yang menganut sikap anti kekerasan. Orang Semai mempunyai sebuah ungkapan "Perselisihan adalah lebih menakutkan dibandingkan dengan harimau."

Sunday, March 14, 2010

"Wajah yang lain dari Lumpur"

Mud Reflecting God
(Tonic for the Heart in 1000 bottles : story no.733)

"What dirty, dreadful, disgusting stuff!" exclaimed a man referring to the mud along the streets of London.

"Hold on, my friend," said Ruskin, "not so dreadful after all. What are the elements of this mud? First, there is sand; but when its particles are crystallized according to the law of Nature, what is nicer than clean white sand? And when that which enters into it is arrenged according to the still higher law, we have matchless opal."


"What else have we in this mud?" Clay. And the materials of clay, when the particles are arrenged according to their higher laws, make the brilliant sapphire."

"What other ingredients enter into the London mud? Soot. And soot in its crystallized perfection, forms the diamond."

"There is but one other - water. And water, when distilled according to the higher law of its nature, forms the dewdrop resting in exquisite perfection in the heart of the rose."

"So in the muddy, lost soul of man is hidden the image of his Creator; and God will do His best to find His opals, sapphires, His diamonds, and His dewdrops."




Lumpur Juga Berharga

"Benar-benar jorok, menakutkan, menjijikan!" kata seseorang saat melewati jalan di London yang berlumpur.

"Sebentar temanku," Ruskin menyahut, "tidak sangat menakutkan sebenarnya. Apa saja yang terkandung di dalam lumpur? Pertama-tama adalah pasir; bila partikel-partikel ini terbentuk melalui proses alam tertentu, apa yang lebih menyenangkan dibandingkan pasir kwarsa putih. Dan bila pasir ini terproses dengan hukum yang lebih khusus lagi, dia akan berubah menjadi opal."

"Apa lagi yang terkandung di dalam lumpur? Tanah Liat. Ketika tanah liat ini terproses dengan keajaiban alam yang luar biasa , 'tertata' mengikuti susunan khusus tertentu, ia akan berubah menjadi batu sapphire yang menakjubkan."

"Apa lagi yang ada di dalam lumpur London? Jelaga. Dan apabila jelaga ini, carbon ini terkristal dalam kesempurnaannya, ia akan telah menjadi berlian."

"Masih ada satu kandungan lainnya, yaitu air. Ketika air terdestilasi, menjadi murni, ia mencapai kodratnya yang lebih tinggi, bayangkan tetesan embun yang duduk dengan sempurna di tengah sekuntum mawar merah."

"Jadi, dalam sebuah jiwa yang telah hilang, dan dianggap kotor bagaikan lumpur, sebenarnya, tersembunyi wajah dari Sang Pencipta; dan Ia akan melakukan yang terbaik untuk menemukan opal, sapir, berlian dan embun-Nya. (k^.^d)

..

Thursday, February 11, 2010

Yang Maha Satu. (The One??)

Qiao Hua: ".... Betapa saya bermimpi tentang seorang pendekar yang bersedia maju ke depan, berdiri tegak membela ketidak adilan." (14 Blades)

唯天下至聖,
為能聰明睿知,足以有臨也;
寬裕溫柔,足以有容也;
發強剛毅,足以有執也;
齊莊中正,足以有敬也;
文理密察,足以有別也

....
It is only he, possessed of all sagely qualities that can exist under heaven,
who shows himself quick in apprehension, clear indiscernment, of far-reaching intelligence, and all-embracing knowledge, fitted to exercise rule;
magnanimous, generous, benign, and mild, fitted to exercise forbearance;
impulsive, energetic, firm, and enduring, fitted to maintain a firm hold;
self-adjusted, grave, never swerving from the Mean, and correct, fitted to command reverence; accomplished, distinctive, concentrative, and searching, fitted to exercise discrimination.
....


Sebagai "Yang Maha Satu" di dunia,
Ia cepat dalam penguasaan permasalahan, jernih dalam pemahaman, kecerdasan yang menjangkau jauh, dan pengetahuan yang menyeluruh, sesuai ia untuk memimpin.
Besar jiwa, murah hati, ramah dan lembut, sesuai ia untuk mengayomi.
Mengambil inisiatif, bersemangat tinggi, keras kemauan, dan tahan uji, sesuai ia untuk melaksanakan pekerjaan besar.
Mengoreksi diri, penuh kehati-hatian, tidak pernah menyimpang dari kepantasan, jujur, sesuai ia untuk menjadi panutan.
(menguasai) Dekoratif maupun substantif, (=luar dan dalam, perasaan maupun logika, ) meneliti hingga yang paling detail, mampu ia untuk menguraikan segala masalah.

Pendekarkah ia ??
....

Friday, January 22, 2010

Belajar....bahasa.

Ada seorang Adik yang bertanya: "Apa kunci menuju pengetahuan yang banyak? Adakah formula khusus menuju pemahaman yang luas ??

Saya kira jawabannya hanya satu: belajar.
Ada yang bilang kuncimya ada tiga, tapi ternyata ketiganya adalah: belajar, belajar dan belajar.
Bisa jadi ada 100 jalan menuju pengetahuan yang banyak dan pemahaman yang luas, tapi tidak ada di antara jalan tersebut yang tidak mengagungkan belajar.

Ada banyak faktor untuk menunjang pembelajaran yang berkelanjutan:
eagerness to understand (rasa ingin memahami),
lingkungan yang menunjang pembelajaran,
kesadaran untuk terus menerus mengembangkan diri,
keinginan untuk melayani dan mendedikasikan diri untuk suatu tujuan mulia.

belajar, belajar dan belajar...
karena pengetahuan adalah terang, adalah kegembiraan, adalah harapa, adalah kebahagiaan.
dan ketidak tahuan adalah kegelapan, adalah kenestapaan, adalah kebuntuan, adalah penderitaan....

kegembiraan dalam belajar bukanlah atas apa yang didapatkan, melainkan di tengah proses menjalaninya.
kemajuan dalam belajar bukanlah karena belajar memberi kita sesuatu, melainkan karena belajar membawa kita semakin dekat kepada tujuan.
belajar tidak membawa kita menyadari bahwa kita lebih tahu dari yang lain, tetapi belajar membawa kita menyadari penyebab kegalauan hati kita.
belajar bukan bila duduk dengan buku di meja dan guru di depan, belajar adalah bila ada kejujuran dalam introspeksi dan ketenangan dalam observasi.

Jika belajar demikian agung, apa yang salah sehingga kita demikian tertinggal?
karena satu faktor yang sangat menunjang pembelajaran dasar telah diabaikan: Bahasa,...
Lupakan sesaat tentang pengembangan diri, tentang motivasi melayani.
Introspeksi dan observasi masih bisa menunggu.....
Karena tanpa penguasaan bahasa, pembelajaran dasar tidak terjadi.

Bahasa adalah sandi pengetahuan,
bahasa adalah jembatan komunikasi,
bahasa adalah gerbang kebudayaan,
bahasa adalah gudang peradaban,
bahasa adalah (salah satu) kunci keberhasilan.

Bahasa (tulisan) menyimpan jawaban terhadap ketidak-tahuan
bahasa meningkatkan apresiasi,
bahasa memperhalus perilaku
bahasa membuka jalan berkenalan dengan dunia.

Dik, penguasaan bahasa tidak hanya agar menjadi guru les,
juga tidak agar bisa menterjemah,
lebih bukan lagi agar mempermudah masuk surga.
Ayo belajar, belajar dan belajar... dimulai dari belajar bahasa.

.

Saturday, January 9, 2010

Saya tidak memilih untuk menjadi insan biasa

Rewrite from 9th Jan 2000

Ouh!! Apa yang terjadi pada diriku?
Sejauh ini belum juga mulai saya meniti impianku.
Keadaan menjadi semakin parah karena
ternyata saya bahkan belum juga menetapkan impianku.

Saya takut!
Saya malu!
Saya tidak ingin sia-sia!
..... Saya tidak mau, saya tidak memilih untuk menjadi insan biasa!

.

Friday, January 1, 2010

Semangkuk mie kuah

http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/17606?l=1
Semangkuk Mie Kuah, diterjemahkan oleh Li Kuei Chuen ....

Tanggal 31 bulan Desember, lima belas tahun yang lalu, yang juga merupakan malam Chu Si, di sebuah jalan di kota Sapporo, Jepang, ada sebuah toko mie yang bernama Pei Hai Thing (Pei = Utara; Hai = Laut;Thing = Kios, toko). Makan mie pada malam Chu Si, adalah adat istiadat turun temurun dari orang Jepang. Pada hari tersebut pemasukan toko mie sangatlah baik, tidak terkecuali Pei Hai Thing. Seharian akan penuh dengan tamu pengunjung, tetapi setelah jam 22.00 ke atas sudah tidak ada pengunjung yang datang lagi.

Pada hari yang lain, biasanya jalan sangat ramai hingga waktu subuh. Tetapi pada hari itu semua orang terburu-buru pulang rumah untuk merayakanTahun Baru, sehingga dengan cepat menjadi sunyi dan tenang. Majikan dari toko mie Pei Hai Thing adalah seseorang yang jujur dan polos, istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh dengan kehangatan. Saat tamu terakhir pada malam Chu Si itu telah keluar dari toko mie, dan pada saat sang istri tengah bersiap untuk menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka, seorang wanita membawa dua orang anaknya berjalan masuk. Kedua anak itu kira-kira berusia 6 tahun dan 10 tahun, mereka mengenakan baju olahraga baru yang serupa satu dengan yang lainnya, tetapi wanita tersebut malah memakai baju luar, bercorak kotak, yang telah usang.

"Silakan duduk!" Sang majikan mengucapkan salam. Wanita itu berkata dengan takut-takut: "Bolehkah ...... memesan semangkuk mie kuah?" Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang.
"Tentu ...... tentu boleh, silakan duduk di sini!" Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur : "Semangkuk mie kuah!" Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan menambahkan lagi sebanyak setengah ikat, dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh. Hal ini tidak diketahui oleh sang istri dan tamunya itu. Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah tersebut dan menikmatinya dengan lezat, sambil makan, sambil berbicara dengan suara berbisik, "Sangat enak sekali!" Sang kakak berkata: "Ma, kamu juga coba-coba dong!" Sang adik sambil berkata, dia menyumpit mie untuk menyuapi ibunya. Tidak lama kemudian mie pun telah habis, setelah membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga dengan serempak memuji dan menghaturkan terima kasih "Sangat lezat sekali, banyak terimakasih!" serta membungkuk memberi hormat, lalu berjalan meninggalkan toko.

Setiap hari berlalu dengan sibuknya, tak terasa setahun pun berlalu. Dan tiba lagi pada tanggal 31 Desember, usaha dari Pei Hai Thing masih tetap ramai, kesibukan pada malam Chu Si akhirnya selesai, telah lewat dari jam 22.00, sang istri majikan ketika tengah berjalan ke arah pintu untuk menutup toko, pintu itu lalu terbuka lagi dengan pelan, yang masuk ke dalam adalah seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya. Sang istri ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika teringat kembali tamu terakhir pada malam Chu Si tahun lalu.
"Bolehkah ...... membuatkan kami ...... semangkuk mie kuah ?"
"Tentu, tentu, silakan duduk!" Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 yang pernah mereka duduk di tahun lalu, sambil berteriak dengan keras, "Semangkuk miekuah!"
Sang majikan sambil menyahuti, sambil menyalakan api yang baru saja dipadamkan.
Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami: "Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak?
"Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak." Sang suami sambil menjawab, sambil menambahkan setengah ikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih.
Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil makan dan berbicara. Percakapan itu juga terdengar sampai telinga suami istri pemilik toko.
"Sangat wangi ...... sangat hebat ...... sangat nikmat! Tahun ini masih bisa menikmati mie dari Pei Hai Thing, sangatlah baik! Alangkah baiknya jika tahun depan masih bisa datang untuk makan di sini."
Setelah selesai makan dan membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga lalu berjalan meninggalkan Pei Hai Thing.
"Terima kasih banyak! Selamatbertahun baru." Memandang ibu dan anak yang berjalan pergi, suami istri pemilik toko berulang kali membicarakannya dengan cukup lama.

Malam Chu Si pada tahun ketiga, usaha dari Pei Hai Thing tetap berjalan dengan sangat baik. Sepasang suami istri saking sibuknya sampai tidak ada waktu untuk berbicara, tetapi setelah lewat pukul 21.30, kedua orang itu mulai berperasaan tidak tenang. Jam 22.00 telah tiba, pegawai toko juga telah pulang setelah menerima Hung Pao (Ang Pao). Majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding. Daftar kenaikan harga Mie Kuah 200 yen semangkuk sejak musim panas tahun ini, ditulis ulang menjadi 150 yen. Di atas meja nomor 2, sang istri pada saat 3 menit yang lalu telah meletakkan kartu tanda "Telah Dipesan". Sepertinya ada maksud untuk menunggu orang yang akan tiba setelah seluruh tamu telah pergi meninggalkan toko. Setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anak ini akhirnya muncul kembali. Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket --- yang kelihatan agak kebesaran --- yang dipakai kakaknya tahun lalu, kedua anak ini telah tumbuh dewasa. Sang ibu masih tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.
"Silakan masuk! Silakan masuk!" Istri majikan toko menyambut dengan hangat.
Melihat istri majikan toko yang menyambut dengan senyum hangat, ibunda dua anak itu dengan takut-takut berkata : "Tolong ...... tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah?"
"Baik, silakan duduk!" Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2, sambil dengan cepat menyembunyikan tanda "Telah Dipesan" seakan-akan tak pernah diletakkan di sana, lalu berteriak ke arah dalam "2 mangkuk mie."
Sang suami sambil menyahuti, sambil melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih.
Ibu dan anak sambil makan, sambil berbicara, kelihatannya sangat bergembira, sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu dapur juga turut merasakan kegembiraan mereka.

"Siao Chun dan kakak, mama hari ini ingin berterima kasih kepada kalian berdua!"
"Terima kasih? Mengapa ?"
"Begini, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 8 orang terluka yang disebabkan oleh ayah kalian, pada setiap bulan dalam beberapa tahun ini haruslah menyerahkan uang sebesar 50,000 yen untuk menutupi bagian yang tak dapat dibayar oleh pihak asuransi."
"Ya, hal ini kami tahu!" Sang kakak menjawab.
Istri pemilik toko dengan tak bergerak mendengarkan.
"Yang pada mulanya harus membayar hingga bulan Maret tahun depan, telah terlunasi pada hari ini!"
"Oh, mama, benarkah?"
"Ya, benar, karena kakak mengantar koran dengan rajin, Siao Chun membantu untuk beli sayur dan masak nasi, sehingga mama bisa bekerja dengan hati yang tenang. Perusahaan memberikan bonus spesial kepada saya karena tidak pernah absen kerja, sehingga hari ini dapat melunasi seluruh bagian yang tersisa."
"Ma! Kakak! Alangkah baiknya, tapi kelak tetap biarkan Siao Chun yang menyiapkan makan malam."
"Saya juga ingin terus mengantar koran."
"Terimakasih kepada kalian kakak beradik, benar-benar terima kasih!"


"Siao Chun dan saya ada sebuah rahasia, dan terus tidak memberitahu mama, itu adalah ...... pada sebuah hari Minggu di bulan November, sekolah Siao Chun menghubungi wali murid untuk hadir melihat program bimbingan belajar dari sekolah." Guru dari Siao Chun secara khusus menambahkan sepucuk surat, yang mengatakan sebuah karangan Siao Chun telah dipilih sebagai wakil seluruh Pei Hai Tao (Hokkaido), untuk mengikuti lomba mengarang seluruh negeri. Hari itu saya mewakili mama untuk menghadirinya.
"Benar ada hal ini? Lalu?"
"Tema yang diberikan guru adalah Cita-Citaku (Wo Te CeYuen), Siao Chun dengan karangan bertema semangkuk mie kuah, dipersilakan untuk membacanya di hadapan para hadirin.
Isi dari karangan itu menuliskan, "Ayah mengalami kecelakaan lalu lintas, dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai hal saya mengantar koran juga ditulis oleh Siao Chun. Masih ada, pada malam tanggal 31 Desember, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat ...... 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah, sang pemilik toko, yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terimakasih kepada kami, serta mengucapkan selamat bertahun baru kepada kami! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kamiuntuk tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah. Oleh karena itu, Siao Chun memutuskan untuk membuka toko mie setelah dewasa nanti, untuk menjadi pemilik toko mie nomor 1 di Jepang, juga ingin memberikan dorongan semangat kepada setiap pengunjung, 'Semoga kalian berbahagia! Terima kasih!'"

Sepasang pemilik toko yang terus berdiri di balik pintu dapur mendengarkan pembicaraan mereka mendadak tak terlihat lagi, ternyata mereka sedang berjongkok, selembar handuk masing-masing memegang ujungnya, berusaha keras untuk menghapus air mata yang tak hentinya mengalir keluar.
Selesai membaca karangan, guru berkata: "Kakak Siao Chun telah mewakili ibunya datang ke sini, silakan naik ke atas menyampaikan beberapa patah kata."
"Sungguhkah ? Lalu kamu bagaimana ?"
"Karena terlalu mendadak, saat mulai tidak tahu harus mengucapkan apa baiknya. Saya lantas mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas perhatian dan kasih sayang terhadap Siao Chun. Adik saya setiap hari harus membeli sayur menyiapkan makan malam, sering kali harus terburu-buru pulang dari kegiatan berkelompok, tentu mendatangkan banyak kesulitan bagi semua orang. Tadi pada saat adik saya membacakan Semangkuk mie kuah, saya sempat merasa malu, tetapi sewaktu melihat adik saya dengan dada tegap dan suara yang lantang menyelesaikan membaca karangan, merasa perasaan malu itulah yang benar-benar memalukan. Beberapa tahun ini, keberanian mama yang hanya memesan semangkuk mie kuah, kami kakak beradik tidak akan pernah melupakannya ...... kami berdua pasti akan giat dan rajin, merawat ibu dengan baik. Hari ini dan seterusnya masih meminta tolong kepada para hadirin untuk memperhatikan adik saya."
Ibu dan anak bertiga secara diam-diam saling memegang tangan dengan erat, saling menepuk bahu, menikmati mie tahun baru dengan perasaan yang lebih berbahagia dibanding tahun sebelumnya, membayar 300 yen dan mengucapkan terimakasih, lalu memberikan hormat dan meninggalkan toko mie.
Majikan toko seperti sedang menutup tahun yang lama, dengan suara yang keras mengucapkan "Terima kasih ! Selamat Tahun Baru !"

Setahun pun berlalu lagi, toko mie Pei Hai Thing juga meletakkan tanda "Telah Dipesan" sambil menunggu, tetapi ibu dan anak bertiga tidak muncul. Tahun kedua, tahun ketiga, meja nomor 2 tetap kosong. Ibu dan kedua anaknya tetap tidak muncul. Usaha dari Pei Hai Thing semakin bagus, interior tokonya pun telah direnovasi, meja dan kursinya telah diganti dengan yang baru, hanya meja nomor 2 itulah masih tetap pada aslinya. Banyak tamu pengunjung merasa heran, istri majikan lantas menceritakan kisah semangkuk mie kuah kepada para pengunjung. Meja nomor 2 itu lantas menjadi Meja Keberuntungan, setiap pengunjung menyampaikan kisah ini kepada yang lainnya, ada banyak pelajar yang merasa ingin tahu, datang dari kejauhan demi untuk melihat meja tersebut dan menikmati mie kuah, semua orang umumnya ingin duduk dimeja tersebut.

Lalu setelah melewati malam Chu Si beberapa tahun ini, para pemilik toko di sekitar Pei Hai Thing, setelah menutup toko pada malam Chu Si, umumnya akan mengajak keluarganya menikmati mie di Pei Hai Thing. Sering berkumpul sebanyak 30 hingga 40 orang, sangatlah ramai. Ini telah merupakan hal yang biasa dalam 5~6 tahun terakhir ini. Semua orang telah mengetahui asal dari meja nomor 2, meski mulut tidak berbicara, tapi dalam hati berpikir Meja yang telah dipesan pada malam Chu Si di tahun ini kemungkinan akan sekali lagi dengan meja dan kursi yang kosong menyambut datangnya tahun baru.

Hari ini, semua orang sekali lagi berkumpul pada malam Chu Si, ada orang yang memakan mie, ada yang minum arak, semuanya berkumpul seperti sebuah keluarga. Setelah lewat pukul 22.00, pintu dengan tiba-tiba ........terbuka kembali, semua orang yang berada di dalam langsung menghentikan pembicaraan, seluruh pandangan mata tertuju ke arah pintu yang terbuka itu. Dua orang remaja yang berpakaian stelan jas yang rapi dengan baju luar di tangan, berjalan melangkah masuk. Semua orang menghembuskan napas lega.

Saat istri majikan ingin mengatakan meja makan telah penuh dan memberitahu tamu tersebut, tiba-tiba ada seorang wanita berpakaian kimono berjalan masuk, berdiri di tengah kedua remaja tersebut. Seluruh orangyang berada dalam toko menahan napas mendengar wanita berpakaian kimono tersebut dengan perlahan mengatakan: "Tolong ... tolong ... mie kuah ... untuk jatah 3 orang, bolehkah?"
Belasan tahun telah berlalu, sang istri majikan toko seketika berusaha keras untuk mengingat kembali gambaran ibu muda dengan dua orang anaknya pada 10 tahun yang lalu. Sang suami di balik dapur juga termenung.
Salah seorang remaja tersebut melihat sang istri yang tengah salah tingkah tersebut dan segera mengatakan: "Kami bertiga ibu dan anak, pada 14 tahun yang lalu pernah memesan semangkuk mie kuah di malam Chu Si, mendapatkan dorongan semangat dari semangkuk mie tersebut, kami ibu dan anak bertiga baru dapat menjalani hidup dengan tegar. Lalu kami pindah ke kabupaten (Ce He) tinggal di rumah nenek, saya telah melewati ujian jurusan kedokteran dan praktek di rumah sakit Universitas Kyoto bagian penyakit anak-anak, bulan April tahun depan akan praktek di rumah sakit kota Sapporo. Sesuai dengan tatakrama, kami datang mengunjungi rumah sakit ini terlebih dahulu, sekalian sembahyang di makam ayah. Setelah berdiskusi dengan adik saya, yang pernah berpikir untuk menjadi majikan toko mie nomor 1 tapi belum tercapai, dia sekarang bekerja di Bank Kyoto. Kami mempunyai sebuah rencana yang istimewa, ...... yaitu pada malam Chu Si tahun ini, kami bertiga ibu dan anak akan mengunjung Pei Hai Thing di Sapporo, memesan 3 mangkuk mie kuah Pei Hai Thing."

Sang istri majikan akhirnya pulih ingatannya, menepuk bahu sang suami sambil berkata: "Selamat datang ! Silakan"
"...... Ei ! Meja nomor 2, tiga mangkuk mie kuah."

Copyright (c) 2006 Saung Poci.