Monday, June 29, 2009

Buddha‘s Lost Children


Di tempat terpencil perbatasan Tailand, sebagai bagian dari segitiga emas, ada satu wilayah yang hanya dikenal karena penyelundupan narkotika-nya dan suku-suku pengunungannya yang terbelakang, ada seorang yang mendedikasikan dirinya untuk mensejahterakan anak-anak terlantar, yang tersisihkan di wilayah itu.

Ia adalah mantan tentara dan seorang juara Thai-Boxing, yang selanjutnya memilih kehidupan dan kedamaiannya sebagai bhiku Buddhis, Phra Khru Bah Neau Chai Kositto dengan dedikasinya, disiplin dan daya tahannya yang tanpa batas, harus berhadapan dengan gembong penyelundupan narkotika dan perjudian. Berkelana menunggang kuda, tanpa rasa takut, untuk memberikan doanya dan cinta kasihnya yang 'keras'.

Bersama dengan Wat Maa Tong (Biara Kuda Emas)-nya, dia juga membangun penampungan anak yatim-terlantar, sekolah dan klinik - yang bagaikan 'surga' bagi semua anak-anak suku pegunungan, yatim piatu ataupun yang terlantar di wilayah tersebut. Ia dilihat sebagai figur perpaduan dukun, ayah dan pelatih bagi mereka....


Kisah Perjalanan dan karyanya diabadikan dalam film dokumenter Buddha's Lost Children.


Wednesday, June 24, 2009

Peter F. Drucker


Saat ingin menulis tentang tokoh manajemen yang bisa ditempatkan sebagai Tokoh Sommaratana, pilihan mengerucut kepada dua nama. Tentu saja banyak nama lain yang tidak kalah penting, tetapi dua nama ini adalah favorit saya: Peter F. Drucker dan Stephen R. Covey. Saya pribadi lebih menyelami Stephen R. Covey, tetapi kok secara objektif harus dikatakan Peter F. Drucker mempunyai kontribusi yang jauh lebih besar dan luas.

Bisa jadi banyak yang akan bertanya-tanya, mengapa ada seorang penulis, pemikir, konsultan, seorang yang pada berbagai tahapan hidupnya menyatakan tentang apa yang dia lihat tentang masa depan dapat dinobatkan menjadi Tokoh SommaRatana; tokoh yang membantu setiap orang mencapai Summa (Puncak) Ratana(Ratna-Keberhargaannya).

Beberapa alasan yang mendasarinya adalah: Drucker sangat 'Human Oriented'. Beliau mempunyai keperdulian yang sangat besar kepada Non-Profit Organization dan Community. Dan yang terpenting adalah, hidupnya sendiri merupakan sebuah keteladanan yang sangat pantas.


The Daily Drucker
'The Daily Drucker' adalah sebuah buku yang mengkompilasi best of the best dari Drucker, diterbitkan tahun 2004 oleh HarperBusiness, saya tidak tahu apakah telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia? Buku ini berisi 366 cuplikan pemikiran Drucker (termasuk 29 Feb). Setiap 'tanggal' dimulai dengan satu 'Drucker Proverb', diikuti dengan cuplikan dari karya asli Drucker, dan ditutup dengan tindakan nyata yang perlu dilakukan....

Setiap hari, setiap point dalam The Daily Drucker dapat diterjemahkan dari bahasa 'Bisnis-Manajemen'-nya Drucker menjadi bahasa 'Membina diri - Menjalankan Karya' untuk menjadi bahan perenungan setiap benih Sommaratana..



..

Monday, June 22, 2009

Burung Berkicau


Mengenang kembali saat pertama kali datang ke Jakarta, saya nge-kost di Grogol biar dekat dengan kampus. Pada saat itu, walau ada kerabat tetapi mereka tinggal jauh, walau ada teman-teman papa tapi kan ga enak untuk direpotin, jadi ibu kost dan teman2 satu kost adalah orang-orang terbaik dalam hidup,..hahahahahahaaa. Sekarang saya merasa malu karena tidak ingat satu-pun nama mereka, tapi wajah mereka saya ingat jelas.

Di kamar sebelah tinggal seorang atlet binaraga, dia baik. Yang lain juga baik-baik sih, kan orang baik ketemu-nya selalu sesama yang baik, kan di mata orang baik yang lain baik semua....
Nah, Dia-lah yang memberikan satu buku untukku "BURUNG BERKICAU". Buku kumpulan anekdot inilah, salah satu buku yang kemudian sangat sering saya baca dan baca kembali, sampai sekarang..
Ditulis/dirangkum oleh Anthony de Mello, Seorang Jesuit. Buku ini bagaikan koan dalam tradisi Zen, tetapi jauh lebih lintas tradisi, lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tony de Souza menyatakan buku ini sebagai 'yang paling berbahaya' di antara demikian banyak tulisan-nya yang lain.

Karya-karya Tony, mendapat apresiasi yang sangat luas, juga hingga lintas tradisi keluar dari lingkaran 'katolik' dirinya. Saat yang bersamaan karyanya mengandung polemik, karena ia merubuhkan berbagai dinding pembatas.

Dalam karya-karya Tony, saya menemukan pilihanku. Tidak tahu saya telah menemukan diriku yang sebenarnya atau dia yang telah membentukku menjadi seperti sekarang.

... jadi mari saya perkenalkan, inilah salah satu buku bagi seorang sommaratana.
Buku "Burung berkicau" terbitan 'yayasan Cipta Loka Caraka' dapat dibeli di Gramedia, Gunung agung atau obor (saya sudah lama berhenti memberikan gratis buku ini).
Beberapa terjemahan isi anekdot dapat dibaca di link: http://www.pondokrenungan.com/burungberkicau.php
Atau Shorcut ke 'the Song of the bird' dalam pdf bahasa inggris ada di side bar 'Sommaratana e books'.

***

Friday, June 19, 2009

Impartiality

http://en.wikipedia.org/wiki/Brahmavihara
http://www.flickr.com/photos/erinshappylittleworld/379475385/ - the best photo about Impartiality

2 hari yang lalu, seorang rekan merasa sangat terpukul. Ia baru menerima kabar, sebuah kabar tidak menyenangkan. Adik angkat kesayangannya, yang telah ia tuntun, ia bangkitkan kembali dari keterpurukan hidup, yang ia temani dan pastikan agar terbebas dari ketergantungan akan obat, yang kepadanya ia saling berbagi apapun yang dimiliki, ternyata kembali terjatuh pada lubang yang sama.

Siapa yang tidak pernah dikecewakan?
Siapa yang tidak pernah merasa dikhianati?

Dan sebenarnya siapa yang kita ratapi?
Meratapi kejatuhan dia ke lubang yang sama?
atau meratapi semua upaya-ku yang tersia-sia?

Bertahun-tahun yang lalu, saya memberikan sebagian sangat besar uang tabungan saya untuk seorang sahabat. Tanpa syarat apalagi perjanjian, demikian saja agar dia bisa memulai suatu usaha. Sebenarnya ada harapan di hati, karena ia memulai usaha yang tidak bertentangan dengan dharma, agar ia kelak dapat hidup layak dan berguna, dapat membantu 'saudara-saudara'nya yang demikian banyak. Dan ternyata usahanya gagal, besertanya hilang pula semua harapan atasnya.

Pernah juga saya menawarkan dukungan dan solusi jangka panjang untuk seorang yang saya anggap berbakat. Dengan enteng, itupun melalui sms, ia menjawab, "I give up!!"

Semakin besar harapan yang diberikan, akan semakin kecewa bila tidak terwujud.
Semakin intens dan mendalam keterlibatan terjalin, semakin menyakitkan pula saat keterlibatan berakhir.
dan inilah saat yang tepat untuk merenungkan apa yang dituliskan Khalil Gibran dalam 'Sang Nabi' tentang memberi, tentang anak, tentang cinta, ....
http://www.katsandogz.com/ongiving.html
http://www.katsandogz.com/onchildren.html
http://www.katsandogz.com/onchildren.html
paling baik sekalian baca secara lengkap tentang 'Sang Nabi'.

Saya katakan kepada Rekan-ku: "Yang penting kan kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik. Apa yang perlu disampaikan sudah disampaikan, apa yang bisa dilakukan sudah dilakukan.
Bila hasil tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan, hanya ada dua hal:
Satu, pasrah, karena masih ada faktor di luar kemampuan kita.
Dua, renungkan apakah yang kita sampaikan dan lakukan, yang kita anggap terbaik, apakah adalah benar yang terbaik. Apakah yang sesuai dalam pikiran-pemahaman kita adalah sesuai dalam benak dia?"

...........

Saya pernah mengecewakan orang yang sangat menyanyangi diriku. Mungkin Anda pun pernah.
Saya pernah terluka oleh orang yang saya kasihi. Pasti Anda pun pernah.
Kapal berlayar dan terus berlayar karena pelabuhan tambatan tujuan tak kunjung kosong untuk bisa bersandar.
Sementara ada pula dermaga yang tidak jua menemukan kapal yang ditunggu-tunggu.
Memang demikianlah yang terjadi dalam hidup manusia.
Hari ini mengecewakan, besok dikecewakan.
Sesaat disakiti, di lain saat menyakiti.

Saat kecewa, obat terbaiknya adalah dengan mengingat kembali berapa kali saya telah mengecewakan ia yang lain.
Apa yang salah saya lakukan sehingga menghadapi kenyataan tidak menyenangkan ini???
Rasa sakit adalah peringatan agar tidak melakukan hal yang sama kepada yang lain.
Rasa sakit adalah rambu peringatan agar segera menata ulang dan menyesuaikan hidup.


Maka, sudah saatnya kita belajar dari kebesaran alam semesta, yang memberi tanpa terpengaruh memikirkan hasilnya, tanpa membedakan siapapun yang menerima.
Hanya bila kita memahami Impartiality, sampai sepenuhnya terlatih Dalam Metta, Karuna, Mudita dan Upekha, barulah kekecewaan, sakit dan penderitaan akan berakhir


Ia yang memberi tanpa pamrih, tanpa memikirkan hasil pemberiannya, Ia tidak akan pernah merasa kecewa.
Ia yang dapat memahami kesulitan, ketidak berdayaan, kebuntuan, kebodohan dan kesalahan yang menimpa orang lain tidak akan pernah merasa dikhianati.

Tidak ada yang perlu diratapi.
Kejatuhannya, akan membuat dia belajar sekali lagi; Terus jatuh sampai ia mengerti.
Upayaku, tidak akan pernah sia-sia; Karena ia telah menjadi semakin tebal, karena saya juga telah belajar sesuatu.

****



"Your father in heaven makes his sun rise on the evil and on the good,
and sends rain on the righteous and on the unrighteous."
(Matt. 5:45)

"That great cloud rains down on all whether their nature is superior or inferior.
The light of the sun and the moon illuminates the whole world, both him who does well and him who does ill,
both him who stands high and him who stands low."
(Sadharmapundarika Sutra 5)

In the "Li Ki," Confucius is recorded as saying:
"Heaven covers all without partiality;
earth sustains and embraces all without partiality;
the sun and the moon shine upon all without partiality."
("The Ethics of Confucius", Chapter VII, Universal Relations By Miles Menander Dawson )[1915]

Who understands does not preach;
Who preaches does not understand.
Reserve your judgments and words;
Smooth differences and forgive disagreements;
Dull your wit and simplify your purpose;
Accept the world.
Then, Friendship and enmity, Profit and loss, Honour and disgrace, Will not affect you;
The world will accept you.
(Ch56. Impartiality - Tao Te Ching)
Bhikkhu Bodhi :
“The real meaning of upekkha is equanimity, not indifference in the sense of unconcern for others.
As a spiritual virtue, upekkha means equanimity in the face of the fluctuations of worldly fortune.
It is evenness of mind, unshakeable freedom of mind, a state of inner equipoise that cannot be upset by gain and loss, honor and dishonor, praise and blame, pleasure and pain.
Upekkha is freedom from all points of self-reference;
it is indifference only to the demands of the ego-self with its craving for pleasure and position,
not to the well-being of one's fellow human beings.
True equanimity is the pinnacle of the four social attitudes that the Buddhist texts call the 'divine abodes': boundless loving-kindness, compassion, altruistic joy, and equanimity.
The last does not override and negate the preceding three, but perfects and consummates them.”

***

Jesus dan Buddha bersaudara


Thich Nhat Hanh, adalah suatu kombinasi yang langka dari seorang mistis, ilmuwan dan aktivis, beliau adalah seorang bhiksu Vietnam dan adalah salah satu Guru Buddhis yang paling dicintai, yang masih hidup pada saat ini. Penyair, Guru Zen dan Pemimpin delegasi Buddhis Vietnam untuk perdamaian semasa perang Vietnam, Beliau dinominasikan oleh Dr.Martin Luther King, Jr untuk Nobel perdamaian. Ia menulis sangat banyak buku dan pada saat ini tinggal di Prancis.

Jesus and Buddha sebagai Saudara

"Siapapun mereka yang menjalankan cintakasih dan kebaikan sudah mendekati pimpinan besar dari semua ‘iman’."

From "Going Home: Jesus and Buddha as Brothers" by Thich Nhat Hanh, Riverhead Books, an imprint of Penguin Putnam, Inc., 1999.

Dialog antara Buddhis dan Kristianiti tidak mengalami cukup kemajuan, dalam pendapat saya, ini adalah karena kita masih belum mampu menyiapkan fondasi yang cukup kuat untuk dialog seperti ini. Berikut adalah refleksi situasi saat ini.

Buddhis percaya kepada reinkarnasi, bahwa manusia menjalani berbagai kali kehidupan. Dalam Buddhis, kita tidak banyak menggunakan kata inkarnasi, kita menggunakan kata kelahiran kembali. Sesudah kematian, anda dapat dilahirkan kembali dan mempunyai kehidupan yang lain.
Dalam Kristianiti, hidup adalah unik, adalah satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan keselamatan. Jika merusaknya, maka tidak akan lagi memperoleh keselamatan. Hanya mempunyai ada satu kehidupan.

Buddhisme mengajarkan anatta, tidak ada inti-diri.
Kriatianiti jelas-jelas menjelaskan bahwa seorang Kristian adalah personalis. Bukan hanya anda adalah seorang individu, adalah orang, tetapi Tuhan juga adalah individu.

Buddhis mengajarkan kesunyataan dan tidak ber-substansi, adalah ajaran tentang ketidak-adaan.
Kristianiti berbicara tentang ke-‘ada’-an, tentang eksistensi. Ajaran St.Thomas Aquinas tentang filosofi ke-‘ada’-an, la philisophie de le’tre, konfirmasi tentang ke’berada’an dunia.

Buddhisme berbicara tentang welas dan cinta kasih (compassion and loving-kindness), Yang oleh beberapa Kristiani dianggap berbeda dengan kebaikan dan cinta (charity and love) dalam Kristianiti. Kebaikan mempunyai dua aspek: cinta yang diarahkan kepada Tuhan dan cinta kepada sesama. Kita harus belajar untuk mencintai musuh-musuh kita. Rekan Kristen kita cenderung untuk mengingatkan bahwa motivasi untuk mencintai adalah berbeda dalam Kristen dan Buddhis. Ada ahli agama Kristen yang menyatakan bahwa seorang Buddhis menjalankan welas kasihnya adalah karena menghendaki ‘pembebasan-diri’; bahwa Buddhis tidak benar-benar memperdulikan penderitaan sesama, bahwa mereka hanya termotivasi oleh keinginan untuk ‘pembebasan’ diri sendiri. Dalam Kristianiti, cinta berdasarkan kepada Tuhan. Karena cinta kepada Tuhan, dan karena Tuhan menyatakan untuk mencintai sesama dan tetangga, maka kita mencintai tetangga kita. Cintamu kepada tetangga bersemi dari cinta kepada Tuhan.

Banyak orang, terutama dalam lingkungan Kristen yang mengatakan bahwa banyak hal yang sama antara Kristianiti dan Buddhisme. Tetapi banyak yang lain merasa bahwa fondasi filosofi keduanya cukup berbeda.
Buddhisme mengajarkan tentang kelahiran kembali, banyak kehidupan. Kristianiti mengajarkan hanya satu kehidupan yang tersedia untukmu.
Buddhisme mengajarkan tidak ada diri yang sejati, tetapi Kristianiti mengajarkan ada.
Buddhisme mengajarkan tentang kehampaan, tidak bersubstansi, sementara Kristianiti meyakini eksistensi.

Jika secara filosofi, sedemikian berbeda, pada praktiknya welaskasih dalam Buddhisme dan kebaikan dalam Kristianiti-pun berbeda. Tetapi itu semuanya hanyalah cara pandang yang sangat dangkal. Jika kita punya waktu (Ptjmh: untuk terus belajar) dan jika kita telah menjalankan tradisi kita dengan baik dan cukup mendalam, kita akan menyadari bahwa semua issue ini pada dasarnya tidak riil.

Pertama-tama, ada banyak bentuk Buddhisme, ada banyak cara untuk memahami Buddhisme. Jika ada seratus orang menjalankan Buddhisme, aka ada seratus bentuk Buddhisme. Hal yang sama ditemui dalam Kristianiti. Jika ada seratus ribu orang menjalankan Kristianiti, akan ada seratus ribu cara untuk memahami Kristianiti.

Di Plum Village, Dimana banyak orang dari latar belakang keagamaan yang berbeda datang untuk berlatih bersama, tidaklah sulit untuk terjadi bahwa seorang Buddhis menyadari seorang rekan Kristen-nya ternyata lebih ‘Buddhis’ dari rekan-rekan Buddhis lainnya. Saya mengenalnya sebagai Buddhis, tetapi cara-nya memahamui Buddhisme berbeda dari cara saya memahaminya. Sebaliknya saat saya melihat seorang Kristen, saya melihat bahwa cara dia memahami Kristianiti dan bagaimana dia menjalankan kebaikan dan cintanya malah lebih mirip dengan pendekatan saya daripada mereka-mereka yang menyebutkan dirinya sebagai Buddhis. Hal yang sama terjadi dalam Kristianiti. Dari waktu ke waktu, anda mungkin merasa sedemikian ‘jauh’ dari saudara-saudara Kristen-mu yang lain. Anda merasa saudaramu yang menjalankan Buddhisme justru lebih dekat padamu sebagai Kristen. Jadi Buddhisme bukanlah Budhisme dan Kristianiti buklanlah Kristianiti. Ada banyak bentuk Buddhisme dan banyak cara untuk memahami Buddhisme. Demikian juga banyak cara untuk memahami Kristianiti. Jadi , lupakanlah ide bahwa Kristianiti harusnya seperti ini, dan Buddhisme hanya boleh seperti itu.

Kita tentu saja tidak mengatakan bahwa Buddhisme adalah sejenis Kristianiti dan Kristianiti adalah sejenis Buddhisme. Mangga tidak dapat menjadi orange. Saya tidak dapat menerima bahwa mangga adalah orange. Itu adalah dua hal yang berbeda. Tetapi saat kita melihat dengan mendalam ke mangga dan orange, akan terlihat bahwa walau keduanya berbeda, keduanya adalah buah. Jika anda analisa mangga dan orange dengan mendalam, akan didapati elemen kecil yang hadir dalam keduanya, seperti misalnya sinar matahari, awan, gula dan asam. Jika dapat menggunakan lebih banyak waktu untuk mempelajarinya lebih mendalam, anda akan mendapati bahwa perbedaan antar keduanya terletak pada sudut dan dalam pendekatan. Pada awalnya anda melihat perbedaan antara orange dan mangga. Tetapi jika dilihat lebih mendalam, akan ditemui banyak hal yang sama. Dalam orange dapat ditemui rasa manis dan asam yang juga ditemui dalam mangga. Tetapi dua orange-pun bisa mempunyai rasa berbeda; satu-nya sangat masam satunya lagi sangat manis.

Thursday, June 18, 2009

Doa Metta



Diterjemahkan dan diadaptasi dari Pali Metta Sutta
http://www.wildmind.org/metta/introduction/metta-prayer

Agar saya menjadi terlatih dalam menyadari apa yang baik (tercerahkan),
Agar saya dapat memahami jalan menuju kedamaian (terbebaskan).

Perkenankanlah saya memiliki kemampuan, kebaikan, kejujuran, berbicara yang baik, santun dan bebas dari keangkuhan;
Perbolehkan saya untuk merasa tercukupi, tidak banyak menuntut, tidak terbebani (dengan tugas duniawi), hidup dalam kesederhanaan, dengan keinginan yang terkendali, seimbang, tidak ada yang disombongkan, dan tidak melekat kepada bangsa, ras atau pengelompokan apapun.
Jangan biarkan saya melakukan hal yang terkecil sekalipun yang ditolak oleh para bijak.


Sebaliknya biarkanlah saya untuk senantiasa merenungkan:
“Semoga semua makhluk senantiasa baik dan selamat, semoga semuanya dalam kemudahan.
Makhluk hidup dalam bentuk apapun, yang bergerak maupun yang diam, tanpa pengecualian,
Apakah yang besar, sangat besar, menengah ataupun sangat kecil,
Baik yang terlihat maupun tidak terlihat, yang dekat maupun jauh.
Yang telah lahir ataupun yang tidak dilahirkan;
Semoga semua makhluk berbahagia.
Semoga tidak lagi terjadi ada yang menipu atau menindas yang lainnya.
Semoga tidak ada yang mengharapkan kemalangan bagi yang lainnya, dalam kemarahan maupun kebencian.

Sama seperti Ibu yang menjaga anaknya, anak satu-satunya, dengan menggunakan(mengorbankan) hidupnya sendiri;
Sama seperti itu, semoga saya dapat membina suatu kesadaran yang tak terbatas (brahma-vihara) terhadap segala makhluk di dunia.

Semoga saya dapat mengembangkan cinta kasih yang tak terbatas, bagi semua makhluk di dunia, di atasnya maupun di bawahnya, di semua tempat; tak terhalangi, tanpa kehendak yang buruk ataupun permusuhan.
Baik saat berdiri, berjalan, duduk ataupun berbaring, bebaskanlah saya dari ketidak perdulian;
Semoga saya selalu, sedapat mungkin, meletakkan semua kesadaran saya pada hal-hal ini.

Ini, seperti yang Mereka telah nyatakan, adalah kehidupan Surgawi, tepat di sini (di dunia svaha).


Wednesday, June 17, 2009

Ballad of the Dharma Doctor


http://www.urbandharma.org/udharma9/doctor.html

Ballada tentang si Dokter Dharma
Oleh: Rev. Heng Sure

Saya pernah berpikir ingin menjadi seorang dokter terbaik yang ada di dunia,
Saya akan menghilangkan segala penyakit dengan tangan penyembuhku yang ampuh.
Saya melihat ada demikian banyak penderitaan dan terus bertanya-tanya mengapa
Kita terus mengkhawatirkan kesehatan diri dan tetap saja pada akhirnya mati?

Saya menanyakan hal ini ke kiri dan juga ke kanan
Dari mana kita sebenarnya berasal? Pada kematian ke mana kita akan pergi?
Ada yang mengatakan padaku, “Sang Buddha telah menjawabnya 3000 tahun yang lalu,
Pergi dan tanyakanlah kepada Dokter Dharma tentang semua yang ingin Anda ketahui.

”Saya menemukan biara tersebut dan seorang biarawan dengan matanya yang dipenuhi kegembiraan
“Apa itu sakit?” Saya bertanya kepadanya, “Mengapa orang mati?”
“Segalanya adalah tidak permanen,” Ia berkata, “Kamu akan menemukan bahwa,
Lahir dan mati adalah penyakit yang besar. Segalanya adalah bermula dari pikiran.”

“Yang dapat menyakiti adalah sebuah pikiran yang jahat, “ katanya, “ adalah apa yang kita katakan dan lakukan.
“Ia disebut hukum karma. Apa yang anda berikan ke luar akan kembali kepada dirimu.
Sebagaimana benihnya, demikianlah buahnya, seperti penyebab sebagai pangkal dari akibatnya.
Jadi saat melanggar aturan, Anda telah menggantungkan sebuah tali ke lehermu.”

“Jika Anda membunuh, mencuri, asusila, mabok dan berbohong,
Anda akan dilahirkan kembali sampai semua karmamu dimurnikan.
Walaupun ragamu mati, penderitaanmu tak akan berakhir.
Sampai hutang karmamu dibayar, Anda akan terus mendapatkan yang baru.

Walau kesadaran telah meninggalkan kantung kain yang rentan ini
Sampai kita membersihkan racun bertiga, kita akan terus dilahirkan kembali.
Bagaimana kami dapat menghentikan kejahatan dan sebaliknya melakukan kebaikan?
Akhirilah racun bertiga, demikian Guru Dharma mengatakan.

Racun bertiga adalah keserakahan dan kebencian dan kebodohan
Keserakahan akan kekayaan dan sex dan ketenaran dan makanan dan tidur, katanya
Dengan kelima nafsu tidak terpenuhi pikiran yang marah akan muncul.
Dan dengan bodohnya kita melanggar aturan; dan semua sakit bermula di sini.”

Mahluk hidup suka berbuat yang tidak seharusnya, kebiasaan kita sulit ditaklukkan.
Dokter telah memberi kita obat yang kita selalu lupa makan.
Sang Buddha telah mengingatkan kita mnegambil jalan yang berbahaya,
Kita menganggukkan kepala mengatakan telah mengerti, tapi tetap juga mengambil arah yang sama.

Sang Buddha meninggalkan tiga obat untuk kita pakai
Sila untuk mengobati pikiran yang serakah, Samadhi untuk menaklukkan kebencian,
Kearifan adalah obat yang paling sempurna untuk menyembuhkan kebodohan
Itulah cara Sang Dokter Dharma mengakhiri racun bertiga.

Sila adalah semua aturan yang kita pakai untuk mengawasi energi kita.
Samadhi artinya berkonsentrasi. Dan Kearifan membebaskan kita.
Jadi pertahankan aturan dan berkonsentrasi, maka kearifan akan termanifestasi.
Saat karma telah dimurnikan, anda telah mengakhiri lahir dan mati.

Buddha Dharma adalah tonik, obat super.
Adalah bagaikan panacea, tumbuhan penyembuh segalanya.
Ia membawakan kearifan dan welas kasih terhadap semua makhluk.
Itulah kesehatan sempurna yang diberikan Buddha Dharma.

Buddha adalah raja penyembuh yang menyembuhkan semua penyakit kita
Tetapi ia tidak menjual racikan obat dan tidak mengambil bayaran.
ObatNya adalah Dharma, yang tidak di peroleh dari apotik.
Dokter Dharma hanya menunjukkan caranya dan kemudian berkata, “Sembuhkan dirimu sendiri.”

Dan demikianlah semenjak hari saya bertemu dengan biarawan tersebut hidup baruku-pun dimulai.
Sebelumnya saya ingin mengobati badan, kini saya berubah rencana.
Saya akan membina di dalam jalan dan meninggalkan semua nafsu keinginan di belakang.
Saya akan menyembuhkan racun bertiga di dalam pikiranku sendiri.

© Rev.HengSure2004 - All rights reserved.

Pencarian akan singa salju - Pema Tsering

Pema Tsering

Petualangan, pencarian dan tugas Dharma memungkinkan kami bertemu. Bagi saya, pertemuan ini adalah jodoh mulia. Pada saat itu Pema bertugas sebagai seorang guru bahasa Tibet di Sera Je Secondary School, di Bylaguppe, India selatan, pada pertengahan 2002.

Penampilan luar dia nyentrik, sangat kurus, dan rambut ikal panjang sepundak. Walau telah tinggal di India Selatan, kelihatannya dia belum juga membiasakan diri untuk cukup sering keramas.

Kami berkomunikasi dalam bahasa Mandarin, walau dialek kami berbeda, paling tidak masih nyambung. Walau hanya bertemu beberapa kali, tapi banyak pemikiran yang telah kami saling bagi dan diskusikan. Saya tidak tahu bagaimana dia menempatkan hubungan kami, tapi saya banyak belajar dan dia dapat dikatakan adalah guru saya (yang kedua) mengenai kultur, kebudayaan, idealisme dan agama masyarakat Tibet.

Latar belakang keluarganya saya tidak banyak tahu, saya hanya tahu Pema berasal dari Amdo, Timur laut Tibet. Sebuah dataran tinggi padang rumput…..Pertemuan kami yang hanya beberapa kali tersebut memberi kesan kepada saya bahwa ia terpelajar, mempunyai bakat sastra dan banyak menulis.

Dari pembicaraan dan diskusi kami, saya merasakan idealismenya, semangat yang mendalam untuk membantu bangsanya. Dia terlahir sebagai generasi yang menyaksikan bangsa Tibet yang semakin kehilangan jati dirinya, yang semakin menjadi minoritas di tanah sendiri, terhimpit oleh bangsa Han dan Huei (Uigur), yang tidak berdaya dalam menghadapi tangan besi pemerintahan komunis Cina, tidak mendapatkan kemerdekaan untuk menjalankan agama dan kebudayaan sendiri.

…. Pema galau dan terus bergejolak Pema akhirnya memutuskan, untuk meninggalkan tanah kelahirannya, berpisah dari orang tua dan saudara yang dikasihi. Dia pergi untuk menemui Pimpinan besarnya, untuk menemaniNya dalam memperjuangkan nasib rakyat Tibet, berusaha mencari solusi terhadap semua kegetiran yang dihadapi Tibet. Dan di mulailah perjalanan berat tersebut, perjalanan keluar dar Tibet, melewati Himalaya, turun ke India menemui YM Dalai lama.

Perjalanan darat yang sangat berat, jalan kaki menerobos perbatasan. Dari beberapa teman Tibet yang lain, yang juga telah melewati perjalanan yang sama, saya mendapat tahu bahwa perjalanan seperti ini sangat sulit. Harus berhadapan dengan medan yang sangat berat dan alam yang tidak bersahabat. Gunung terjal, salju di beberapa titik yang mencapai pinggang, intaian-kejaran dan tembakan tentara Cina di belakang dan korupnya polisi Nepal di depan. Banyak yang tertangkap, ada juga yang tertembak.

Setelah melapor ke kantor pengungsi di Kathmandu, akhirnya Pema diizinkan dan diatur untuk menuju ke Dharamsala, McLeodganj. Pema bertemu Dalai Lama dan kemudian mulai berkarya memperjuangkan idealismenya. Pema menjadi wartawan, menulis artikel, mentranskrip pembicaraan politik maupun dharma bagi berbagai Lama utama, termasuk YM Dalai Lama.

Namun ini semua tidak memuaskan Pema. (dari apa yang Pema sampaikan kepada saya) Ia merasa Pemerintahan Tibet di pengasingan tidak melakukan cukup atau tidak berdaya untuk membantu Tibet. Sementara di India, Ia menjadi saksi generasi baru Tibet yang dilahirkan di India, sangat cepat kehilangan jati dirinya. Mereka lebih berbicara bahasa India melebihi bahasa leluhurnya. Saya turut menjadi saksi tidak ada diantara remaja Tibet di pengasingan yang mengenakan pakaian tradisional mereka, mereka kebarat-baratan. Sungguh krisis identitas yang mengkhawatirkan.

Kemungkinan Pema juga telah menyaksikan dan dikecewakan oleh persaingan internal dan korupsi dalam tubuh pemerintahan Tibet di pengasingan.

Pema kemudian memilih untuk turun ke Selatan, ke Bylaguppe, yang merupakan Tibetan settlement terbesar di selatan. Sera Me dan Je dengan masing-masing dua ribuan lama dan Namdroling dengan enam ribuan siswa, dan masih ada puluhan monastery lainnya. Dan ada belasan Camp pengungsian bagi rakyat biasa.

Di sana, Pema memperdalam dan menggali lebih jauh tentang Budhisme, dan yang terpenting mengajar bahasa Tibet. Dengan mengajar bahas Tibet, Pema sangat berharap paling tidak dapat memperlambat erosi kultur dan krisis identitas yang terjadi.

...........

Beberapa saat tidak saling menghubungi, Pema tiba-tiba memberi kabar bahwa dia memilih untuk mengajar di Bomdila, Arunachal Pradesh. Arunachal Pradesh adalah wilayah Tibet yang pada geo politik sekarang di bawah kekuasaan India. Namun ini tidak diakui PRChina.

Sebagai sahabat, saya memaknai pilihannya sebagai bentuk kehendak untuk melayani dan membantu suku Mompa, salah satu suku Tibet di perbatasan dengan Bhutan.

Namun kabar terakhir yang kami terima dari rekan yang tinggal di perbatasan Assam-Arunachal adalah Pema telah tiada. Ia sakit, dan tubuh lemahnya yang telah dalam jangka waktu lama tidak terawat tidak kuasa untuk melawan udara beku di Bomdila.

Saya tidak ingin mempercayai kabar buruk ini.Namun hidup toh adalah perjalanan, dan paling tidak kita pernah bersua, dan saling memberi semangat..Selamat Jalan Sahabat. Lanjutkan PerjuanganMu, Lanjutkan PerjalananMu.

“In Search of Snow lion” adalah judul buku kumpulan puisi dan prosa yang Pema tulis. Buku tersebut adalah dalam bahasa Tibet. Satu-satunya karya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah Puisi “In search of Snowlion” ini.

Tanggal 24 September 2002 Pema memberikan satu copy buku ini kepada saya saat mengantarkan saya pulang dari Bylaguppe. Buku ini kini tersimpan di perpustakaan Bangalore.

Sebelum Pema pergi ke Bomdila, Ia menyempatkan diri untuk mampir ke monastery kami di Bangalore, mempersembahkan sebuah Rupang Buddha kecil, yang Pema katakan adalah pemberian langsung dari Dalai Lama. Ia mengatakan itu adalah tanda persahabatan dan terima kasih atas inisiasi dalam tradisi yang kami ikuti, yang juga telah Ia terima.

Tuesday, June 16, 2009

Pencarian akan singa salju.


"Pencarian akan Singa Salju"
oleh Pema Tsering

===Sejenak saya teringat seorang sahabat baik, Pema Tsering, yang kini telah “jauh”, melanjutkan pencarianNya. Karyanya “In Search of Snowlion” hingga kini masih terus membakar kesadaranku. Saya tidak akan pernah lagi dapat meminta ijin untuk menterjemahkan karya ini, namun saya yakin Dia akan berkenan saya saling berbagi dengan semua yang beruntung.


“PENCARIAN AKAN SINGA SALJU” Dalam bahasa Tibet oleh: Pema Tsering,
Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Alyson Prude.
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: September 2002

“Singa Salju adalah satu-satunya makhluk yang mampu bertahan hidup di ketinggian Himalaya yang abadi diselimuti salju”, demikian kakek-ku selalu berkata. Dalam bukunya ,’Stories from the Himalayas’, peneliti Gendun Choepel menyatakan bahwa Mitos Singa Salju hanyalah singa biasa yang yang berhabitat di hutan gunung bersalju. Singa Salju yang terkenal tersebut, demikian kata Choepel, hanya ada dalam mitos dan bukanlah makhluk yang sesungguhnya. Tetap saja saya lebih percaya kata Kakek, dan memulai pencarian akan Singa Salju.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Mentari menggapai puncak gunung dan selanjutnya sinarnya turun membanjiri ke semua sisi.
Saya memulai pendakian dari satu tebing di mana cahaya mentari tidak demikian terik.
Walau berjalan pada sisi bayangan sehingga mataku tidak dibutakan, namun tiba-tiba longsoran salju jatuh bergulung, menyapu menjatuhkan saya.
Seluruh tubuhku penuh memar, dan gigitan angin dingin menusuk hingga ke tulang.
Saya berdiri dan melanjutkan perjalanan.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Suatu bentuk surai singa muncul dihadapanku.
Saat mendekat, saya baru menyadari bahwa bukan Singa Salju melainkan seorang pertapa gunung.
“Keberadaan dari Singa Salju dapat ditelusuri hingga ajaran dari Sang Buddha,” dia memberi-tahukan padaku. ”Tetapi saat ini semua Singa Salju tengah beristirahat, dan mengganggu mereka adalah suatu karma yang buruk. Ini,….” Dia berkata sambil memberikan padaku suatu tasbih tua terbuat dari kayu cendana. “Ini akan melindungimu dalam perjalananmu pulang. Dengannya tidak ada yang perlu ditakuti.”
Menggelengkan kepala, saya menolak.
Saya tidak menginginkan suatu jalan yang mudah.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Tiba-tiba bumi berdentum keras, jelas hentakan kaki seekor binatang buas yang besar.
Jejak kaki Singa Salju yang diharapkan ternyata adalah milik si raksasa yeti.
Melihatnya saja telah membuatku terpaku tidak mampu bergerak.
Yeti menggapaiku, merobek tubuhku menjadi dua.
Ia memangsa kedua kakiku dan melempar bagian tubuhku yang lain ke dalam suatu goa di tengah salju.
Setelah menutupi mulut goa dengan batu besar, ia menghilang.
Menggeretakkan gigi, saya berjuang berjam-jam dalam sakit yang dahsyat.
Akhirnya saya berhasil menggali suatu celah sempit, melaluinya saya membebaskan diri.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Dengan satu lengan memegang lukaku, saya menyeret tubuhku.
Saat telah mendekati puncak, saya melihat bahwa pendakian ini terputus oleh jurang tidak berdasar.
Sepenuhnya lelah, saya jatuh terlentang di atas salju, menatap ke langit biru.
Tinggi di atas, seekor burung elang terbang berputar.
Ia mulai terbang merendah, saya mulai bertanya-tanya, mungkin tubuhku adalah korban persembahan.
“Ah, burung,” ratapku, “Terbangkan aku menyebrangi jurang, dan akan kupersembahkan dagingku untukmu.”
Tiba di sisi seberang, Sang Elang langsung menyantap lenganku hanya dengan sekali hirup. Menyeret seluruh tubuhku dengan dagu, saya melanjutkan pencarian.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Menoleh ke belakang, saya melihat bahwa darahku telah merubah warna gunung.
Peluhku mengalir membentuk suatu danau di kaki gunung, yang mana dibekukan oleh angin dingin sehingga seolah gunung telah tumbuh membesar.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Saat saya telah dekat ke puncak, Iblis dengan cakar besi merobek dan merengkuh keluar jantungku.
“Kamu bukan satu-satunya orang yang dalam pencarian akan Singa Salju”, katanya. “Ribuan dan ribuan yang lain telah datang mendahuluimu dan tidak ada yang mampu melewati daerah kekuasaanku.” Saya memohon kepada Sang Iblis untuk memberikan tiga hari kepada jantung-ku agar saya dapat memastikan apakah Singa Salju benar-benar ada. Walaupun penampilannya buas, ia sebenarnya jauh lebih ramah dibandingkan dengan kebanyakan manusia, saya berterima kasih padanya.

Saya percaya akan Singa Salju.
Dan saya pergi dalam pencarian akannya.
Akhirnya saya mencapai puncak gunung, tetapi saya tidak berhasil menemukan Singa Salju kakek-ku.
Selama dua hari saya lanjutkan pencarian tanpa henti yang sia-sia.
Saya hanya mempunyai satu hari yang terakhir sebelum akhirnya nafasku akan terhenti.
Dengan punggungku menghadap bumi, saya memandang ke angkasa.
Mentari dan rembulan keduanya terlihat bersisian di sampingku, dan di bawah mereka, bintang-bintang dan awan terlihat berterbangan dalam orbitnya masing-masing.
Teringat akan Kakekku, kata-kataNya yang terakhir mengiang di telingaku, “Pada puncak tertinggi dari gunung, hanya ada Satu Makhluk yang dapat bertahan, hanya Satu Makhluk.
Hanya satu…. Gunung salju…… Gununnggg……. Saljuuuu….”
“Kakek! Saya telah temukan Si Singa Salju!!!! Saya menemukannya! Saya berhasil! Sungguh!”
Tiba-tiba saya tertawa bagaikan orang gila.
Suatu perasaan kemenangan membanjiri seluruh jiwa dan ragaku.
Saya terbangun dari mimpiKu.